Badi'uz Zaman Said an-Nursi (1877-1960 M)
Nur Fadlan
"Keunikan An-Nursi yang tidak dimiliki kebanyakan orang adalah, makam (kuburan) beliau ketika meninggal tidak ingin diketahui banyak orang, atau supaya semua manusia tidak mengetahui secara persis tempatnya."
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1960 M. Di sisi lain, tanggal 27 Mei 1960 M, meledak kudeta militer di Turki. Musuh-musuh beliau masih belum puas atas kamatian beliau, sehingga mereka melampiaskan amarahnya dengan menggali ulang kuburan beliau dan membuang jasadnya ke tempat yang tidak diketahui banyak manusia. Dari sini, cita-cita seorang Said, akan ketidak inginanya untuk dikenang, terpenui. Tapi di sisi lain apa yang melatar belakangi historisnya hingga mengalami peristiwa tragis seperti itu.
Dalam perjalanan hidupnya, beliau sangat gigih membela agama dan tanah air. Disamping itu juga, mujjadid kebangsaan Turki ini menelurkan karya-karya monumental yang sangat luar biasa. Pembelaan beliau terhadap agama dan tanah air tampak ketika an-Nursi pro-aktif dalam Perang Dunia I. Beliau pernah menjadi pimpinan suka relawan di medan perang Khazakstan dan Anotolia Timur. Di medan perang inilah Badi'uz Zaman berhasil menulis dan menyelesaikan kitab tafsirnya, yang diberi nama Isyarat al-I'jaz fi Madzan al-Ijaz.
Suatu peristiwa yang menakjubkan lagi, ketika beliau difitnah musuh-musuhnya sehingga harus melewati pengasingan. An-Nursi diasingkan di daerah Bundur. Beliau mengalami penyiksaan yang sangat menyakitkan. Ketidakpuasan dari pihak lawan, akhirnya beliau dibuang lagi di Barala, sebuah kawasan kecil yang di kelilingi perbukitan. Selama delapan tahun, beliau mengalami masa-masa pahit, tapi hal tersebut tidak membuat beliau ciut nyali, bahkan beliau berhasil menyelesaikan sekitar 600.000 naskah karya monumentalnya, yang beliau namai dengan Risalah an-Nursi.
Begitulah seorang sosok Badi'uz Zaman Said dalam pembelaannya terhadap agama dan tanah airnya. Peristiwa lain yang merupakan bukti kecintaan seorang an-Nursi terhadap kebenaran, tepatnya pada tahun 1894 M, seorang jendral dari Inggris yang berencana melakukan exspansi ke Turki mengatakan, "Selama al-Qur'an masih ada, Eropa tak akan aman dan tak akan pernah bisa menguasai Timur Tengah. Karena itu, kita harus berusaha untuk menghilangkannya dari muka bumi atau menjauhkan dari orang Islam." Ketika mendengar pernyataan seperti itu, Said berkata dengan lantang, "Akan aku tunjukkan kepada dunia bahwa al-Qur'an adalah matahari yang tak akan pernah redup dan hilang cahayanya."
Keberanian dan tekat beliau memang sangat luar biasa. Ketika di hadapkan dengan kematianpun beliau sama sekali tidak gentar. Suatu ketika beliau terkena fitnah, tuduhan sebagai sumber atas kerusuan yang ada di Turki. Pada tanggal 13 April 1909 M, beliau dituduh sebagai propokator kerusuan. Beliaupun dieksekusi. Hingga Said di hadapkan pada sebuah ruangan penyiksaan. Kala itu Jendral Khur Syid mengatakan, "Ini adalah balasan bagi orang yang menyerukan untuk menerapkan syari'at Islam. Apakah kau mau digantung?" tanpa keraguan beliaupun menjawab, "Jikalau aku memiliki seribu nyawa, aku tak akan pernah ragu untuk mengorbankan semuanya demi kebenaran Islam." …[]
"Keunikan An-Nursi yang tidak dimiliki kebanyakan orang adalah, makam (kuburan) beliau ketika meninggal tidak ingin diketahui banyak orang, atau supaya semua manusia tidak mengetahui secara persis tempatnya."
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1960 M. Di sisi lain, tanggal 27 Mei 1960 M, meledak kudeta militer di Turki. Musuh-musuh beliau masih belum puas atas kamatian beliau, sehingga mereka melampiaskan amarahnya dengan menggali ulang kuburan beliau dan membuang jasadnya ke tempat yang tidak diketahui banyak manusia. Dari sini, cita-cita seorang Said, akan ketidak inginanya untuk dikenang, terpenui. Tapi di sisi lain apa yang melatar belakangi historisnya hingga mengalami peristiwa tragis seperti itu.
Dalam perjalanan hidupnya, beliau sangat gigih membela agama dan tanah air. Disamping itu juga, mujjadid kebangsaan Turki ini menelurkan karya-karya monumental yang sangat luar biasa. Pembelaan beliau terhadap agama dan tanah air tampak ketika an-Nursi pro-aktif dalam Perang Dunia I. Beliau pernah menjadi pimpinan suka relawan di medan perang Khazakstan dan Anotolia Timur. Di medan perang inilah Badi'uz Zaman berhasil menulis dan menyelesaikan kitab tafsirnya, yang diberi nama Isyarat al-I'jaz fi Madzan al-Ijaz.
Suatu peristiwa yang menakjubkan lagi, ketika beliau difitnah musuh-musuhnya sehingga harus melewati pengasingan. An-Nursi diasingkan di daerah Bundur. Beliau mengalami penyiksaan yang sangat menyakitkan. Ketidakpuasan dari pihak lawan, akhirnya beliau dibuang lagi di Barala, sebuah kawasan kecil yang di kelilingi perbukitan. Selama delapan tahun, beliau mengalami masa-masa pahit, tapi hal tersebut tidak membuat beliau ciut nyali, bahkan beliau berhasil menyelesaikan sekitar 600.000 naskah karya monumentalnya, yang beliau namai dengan Risalah an-Nursi.
Begitulah seorang sosok Badi'uz Zaman Said dalam pembelaannya terhadap agama dan tanah airnya. Peristiwa lain yang merupakan bukti kecintaan seorang an-Nursi terhadap kebenaran, tepatnya pada tahun 1894 M, seorang jendral dari Inggris yang berencana melakukan exspansi ke Turki mengatakan, "Selama al-Qur'an masih ada, Eropa tak akan aman dan tak akan pernah bisa menguasai Timur Tengah. Karena itu, kita harus berusaha untuk menghilangkannya dari muka bumi atau menjauhkan dari orang Islam." Ketika mendengar pernyataan seperti itu, Said berkata dengan lantang, "Akan aku tunjukkan kepada dunia bahwa al-Qur'an adalah matahari yang tak akan pernah redup dan hilang cahayanya."
Keberanian dan tekat beliau memang sangat luar biasa. Ketika di hadapkan dengan kematianpun beliau sama sekali tidak gentar. Suatu ketika beliau terkena fitnah, tuduhan sebagai sumber atas kerusuan yang ada di Turki. Pada tanggal 13 April 1909 M, beliau dituduh sebagai propokator kerusuan. Beliaupun dieksekusi. Hingga Said di hadapkan pada sebuah ruangan penyiksaan. Kala itu Jendral Khur Syid mengatakan, "Ini adalah balasan bagi orang yang menyerukan untuk menerapkan syari'at Islam. Apakah kau mau digantung?" tanpa keraguan beliaupun menjawab, "Jikalau aku memiliki seribu nyawa, aku tak akan pernah ragu untuk mengorbankan semuanya demi kebenaran Islam." …[]
0 komentar:
Posting Komentar