Romantisme Escoreal
-Nur Fadlan-
Kajianku terhadap Qawânîn al Thibb al 'Amali / Canones de Medicina Practica genap sudah empat tahun. Harapan besarku adalah hasil riset ini diterima dalam sidang Guru Besar di Universitas Indonesia. Sang penulis, Musa bin Maimun adalah tokoh yang sangat unik. Dia adalah ilmuan Yahudi Arab Andalusia (Spanyol) yang pernah berguru pada pemikir-pemikir Islam, seperti: Ibnu Thufeil dan Ibnu Rusyd al-Hafidz. Dia juga pernah masuk Islam, kemudian murtad hingga akhirnya pergi ke Mesir dan mendirikan Sekolah Teologi (Talmudiyah) di kawasan kota lama, Fusthat.
"Kanda... lima menit lagi kita akan sampai di Perpustakaan Escoreal," suara itu keluar dari bibir lembut istriku. Aku tidak menjawabnya, pikiranku larut dalam panorama kuno nan indah yang menghiasi kanan kiri Spanyol. Aku mengamati beberapa bangunan yang memiliki sanitasi khas Islam. Mungkin karena negara ini pernah mendapat angin sejuk dari Islam selama tujuh setengah abad.
"Anda sudah sampai, Tuan" ucap sopir taxi.
"Kanda!" suara itu menggagetkanku sekaligus membangunkan dari lautan pesona yang terukir dalam bangunan-bangunan kuno. "Kita sudah di depan Perpustakaan Escoreal." Kata istriku.
"Ini untuk tuan." Sambil kusodorkan U$ 20.
Kami keluar dari taxi dan segera menatap perpustakaan itu. Aku terkagum. Ini adalah babak terakhir setelah riset ke berbagai perpustakaan di dunia yang ada kaitannya dengan Canones de Medicina Practica. Tapi perjalanan ini rasanya lebih mengesankan karena sang istri senantiasa di sampingku.
Kami pun mulai melangkahkan setapak demi setapak pada jalan kecil penghubung gate masuk. Sengaja dirancang dengan sedemikian rupa exterior perpaduan antara hasil cipta dua peradaban besar, Islam dan Spanyol. Tampak di atas kubah-kubah sekunder, sebuah kubah yang begitu besar dan berwarna biru elegant. Benar-benar buah kesempurnaan seni yang sangat luar biasa, tampak di tiang-tiangnya pahatan penuh makna dan exstetika, menandakan kekayaan sumber ilmu pengetahuan di dalamnya.
"Ada yang bisa kami bantu, Tuan" sapa salah satu penjaga gate utama.
"Kami dari Indonesia dan berencana melibatkan Perpustakaan Escoreal dalam riset kami" penjaga itu tersenym dan segera mengizinkan kami masuk dalam ruang tunggu. Sunggu sangat megah dan fantastik. Ruangan ini dihiasi oleh dinding-dinding bermotif kuno yang begitu tinggi mengandung nilai seni. Aku dan Istriku hanya larut dalam samudra keindahan yang sedang meliputi kami. Di samping kananku ada meja terbuat dari besi berwarna hitam yang begitu indah dan sangat cocok dalam persenyawaan dengan kumpulan keindahan yang menyelimuti ruang itu. Di atasnya terdapat beberapa cindera mata penghargaan dari berbagai negara di dunia. Salah satunya bertuliskan Uffidio della Propaganda della Fede.
"Apakah ini yang pertama?" tanya salah satu penjaga.
"Bukan. Perpustakaan ini merupakan rentetan perjalanan kami setelah dari Bodleian Library Oxford Inggris dan Bibliotheque Nationale Paris Perancis." Penjaga itu mempersilahkan kami masuk tanpa mengajarkan beberapa pengetahuan dasar tentang perpustakaan penyimpan manuskrip.
"Maria... nanti bibir dan mulut kita akan terasa sangat kering karena dalam perpustakaan ini kelembabannya hanya 8%. Mungkin akan terasa juga sesak napas karena pembuluh kapiler dalam paru-paru sangat menginginkan tambahan udara."
"Iya... aku juga pernah merasakan Perpustakaan Widener ketika kajian terhadap Simbologi atas Diagramma Della Verita buah karya Galileo Galilei."
Kami pun masuk dalam ruangan itu. Tidak lebih dari dua menit nafasku mulai sesak, mungkin hal yang sama dialami juga oleh Maria. Aku amati wajah di balik kerudung hijaunya, sangat mempesona. Terasa ada dorongan batin untuk segera menyelesaikan riset ini. Kekuatanku berlipat ratusan kali setelah melihat pesona wajah yang ia pancarkan. Wajah perempuan perkasa yang selalu menemaniku dan membimbing anak-anakku kapan dan di mana pun.
"Ini yang kita cari. Dus, Maqâlah fi Bayân al A'râdh dan Dus, Maqâlah fi al Ribû" girangnya. Segera aku menghampiri kotak pengimpan finger cymbals (penjepit arsip). Bentuk finger cymbals seperti penjepit biasa cuman penjepit dasarnya dengan cakram kecil pada ujung kedua penjepitnya. Aku menghampiri katalog yang ditunjukkan oleh Maria dengan tujuan mencari beberapa informasi tentang bagian dari manuskrip Canones de Medicina Practica. Aku menengok ke berbagai arah untuk mencari meja yang pas untuk meletakkan manuskrip itu. Ada beberapa jenis meja tua yang sangat besar. Cuman ada bentuk yang sangat klasik dan di sisi bawahnya ditopang dengan artifak-artifak kuno.
"Maria... kita kerja di sini, ok." Dia hanya menganggukkan kepada dan segera mengambil finger cymbals dari tanganku.
"Sekarang aku pindahkan"
"Iya, lebih cepat lebih baik." Paru-paru serasa protes ingin mengikat Oksigen lebih banyak lagi. Tapi aku lihat dari wajah Maria, tulus menemaniku tanpa ada keluhan sama sekali. Peranggai dan kecerdasannya menambahnya semakin apik dan ayu.
"Benar posisinya begini..."
"Tepat." Posisi manuskrip itu terlentang di meja berukuran 80 X 130 cm. Kami pun mulai mengkajinya dengan sangat baik.
30 menit berjalan dengan begitu cepat. Kami berdua tetap melanjutkan kajian dengan sangat baik dan ilmiah. Sesekali aku melihat ke arah wajah Maria. Sungguh cantik dan sangat menawan. Lekuk indah wajahnya tidak kalah dengan pesona Mona Lisa.
"Ada apa?" tanyanya dengan halus.
"Aku lebih kagum pada karya Tuhan yang sedang menemaniku saat ini dari pada Canones de Medicina Practica, walau kajianku sudah empat tahun." Dia hanya tersipu dan menatapku dengan pandangan terteduhya, hanya kenyamanan yang aku rasakan. ... he he W
Hanya potongan dari Love In Cairo
0 komentar:
Posting Komentar