Suara Dalam Hati
-Nur Fadlan-
Santa Monica, California. Pagi itu aku sedang bertemu dengan Prof. Dr. Rob Cowan. Beliau adalah pembimbing tesis pasca sarjanaku, di sinilah kita bercakap-cakap.
"Tuan Alawi, kapan riset lapangan anda mulai?" tanyanya dengan lembut.
"Secepatnya Profesor"
"Hemat saya, perihal penguasaan teoritikal anda tentang manuskrip Islam sangat luar biasa. Bahkan dalam uji kemampuan terhadap pemahaman tex-tex kuno, saya kira anda telah memiliki metodologi kritis (kritik) yang sangat luar biasa. Oleh karena ini, saya tidak segan-segan memberi predikat istimewa dalam uji mata kuliahku semester kemarin. Sehingga dalam hal ini, saya pribadi menyarankan kepada anda untuk secepatnya melakukan riset lapangan." Aku diam untuk memahami beliau. Benar juga apa yang beliau katakan, setelah melakukan riset pustaka rasaya aku harus melakukan riset lapangan untuk memperkuat data dalam pengujian tesis nanti.
"Iya Profesor, aku memilih Mesir untuk riset lapangan."
"Kenapa kamu memilih negara ini, apakah kamu tidak melihat peninggalan-peninggalan Babilonia?"
"Saya merasa Mesir adalah negara purba meskipun tidak mengesampingkan daerah purba lainnya, Babilonia."
"Menurut tuan, apakah dampak dari perang Irak yang mengakibatkan memilih negara Mesir?" aku mengambil cangkir yang berisikan Nestles Quik dan segera meminumnya.
"Babilonia yang sekarang masuk dalam kawasan Irak Tengah. Di sini, saya merasa sedikit khawatir akan tempat-tempat penyimpanan lembaran-lembaran manuskrip. Memang dalam perjalanannya, Baghdad merupakan kota yang pernah menjadi sentralisasi pemerintahan Islam, tapi perang yang dilakukan Irak secara bertubi-tubi saya kira hal tersebut mempengarui keadaannya sehingga tidak seperti yang kita bayangkan" jawaban saya mencoba meyakinkan profesor.
"Baik kalau begitu. Waktu anda tidak lebih dari satu tahun jika anda menginginkan beasiswa untuk melanjutkan ke program doktoral" tutupnya sekaligus berdiri dan mengambil koper mininya untuk segera bergegas. "Kapan berangkat ke sana?" tanyanya lagi.
"Akhir pekan ini"
"Sangat bagus. Kesuksesan sejajar dengan kecepatan" kemudian beliau berlalu.
Kata-kata ini seperti suplemen baru yang memberikan energi tambahan kepadaku. Aku akan melakukannya kurang dari satu tahun, maksimal 11 bulan. Aku yakin aku bisa, karena tertancap dalam benakku bahwa; pemikiran selalu menjadi kenyataan (thoght became fact. )
# # #
Sabtu jam 10.15 a.m. aku meninggalkan rumah untuk menuju ke bandara. Aku memilih penerbangan pukul 03.00 p.m. untuk sampai di tempat tujuan, Mesir. Tapi aku sudah merasa agak lega, kerena dua hari yang lalu aku sudah menghubungi Sarah. Dia adalah anak pertama dari kakak perempuanku, dia anak yang baik. Rencananya dia akan menjemputku di bandara Kairo.
"Coba perlihatkan tiket dan passportnya, Tuan!" pinta salah satu petugas bandara.
"Baik" hanya ini jawabanku dan segera aku keluarkan tiket dan passport dari tas miniku.
"Silahkan masuk" aku pun masuk dan memilih salah satu gate, gate no. 17. sebelum masuk dalam awak pesawat, sang petugas memeriksaku lagi perihal tiket, passport dan barang-barang yang saya bawa. Aku sangat lega karena semua pemeriksaan petugas berhasil aku lalui dengan baik.
Aku mulai masuk dalam awak pesawat. Yang ada dalam pikiranku hanyalah Sarah. Aku teringat ketika pemberangkatanku ke California dia masih sangat kecil, 12 tahun. Masih sangat belia. Sekarang, dia pasti sudah tumbuh menjadi gadis yang sedikit bisa menjaga diri. Apalagi ketika aku membaca ceritanya yang dikirimkan lewat email, sungguh menambah penasaranku.
# # #
Tiba-tiba aku terbangun setelah mendengar beberapa intruksi dari pramugari bahwa posisi pesawat sebentar lagi landas di bandara Kairo. Aku sangat senang sekali. Ini adalah pertamanya aku mengunjungi kota purba di dunia, Mesir.
"Tujuan anda telah sampai dimohon..." suara dari speaker. Aku pun segera bergegas untuk menuju pintu keluar dan menikmati udara Kairo.
"Di mana si Sarah ya?..." desahku. Rasanya aku kesusahan menemukannya. Aku melihat dan mendekati penjual kartu perdana. "I'm Sorry, I wanna phone card" ucapku.
"You ais phone card? Mesy, Kullu wahid min Vodafone asyra dollar." Aku tidak bisa memahami secara keseluruan, tapi dari bahasa tubuhnya rasanya aku harus mengeluarkan $ 10 untuk mendapatkan satu kartu. "Mesy, kedha ahsan" dia mengambil hp di tanganku dan segera mengaktifkan nomer yang baru saja saya pesan. Cukup baik juga penjual di negeri Pyramida ini. Aku menjadi sedikit nyaman. Segera aku hubungi nomernya Sarah.
"Assalamu'alaikum..." suara dari seberang sana.
"Ini Sarah, Aku om Alawi. Kamu dimana? Aku sudah di luar bandara Kairo, segera jempu aku ya..."
"Ya om, maaf tadi nunggu busnya lama banget. Tapi aku sudah hampir sampai kok.
"Ya udah cepetan ya...kleg" komunikasi aku tutup. Aku duduk dan mengamati para penumpang yang sedang memberesi barang-barangnya. Aku melihat ke jam tangan. Mana si Sarah,... lama banget.
"Assalamu'alaikum... Om Alawi?" tanya seorang gadis berjilbab.
"Ya, sarahkan?"
"Ya Om" jawabnya.
"Kamu tambah besar saja, sampai-sampai om agak pangling. Ayo kita cari taxi, om dah capek banget ni..." ajakku. "Oh ya Sarah, nanti om tinggal di mana ya?"
"Santai saja om, aku dah pesan rumah untuk om. Bisa untuk satu tahun lagi"
"Makin pinter saja kamu, makasih lho sebelumnya" kita pun naik bus penghubung bandara dengan dan jalan raya.
"Om langsung ke rumah atau ke KBRI dulu?"
"Ke KBRInya besuk saja. Aku capek banget." Aku melihat Sarah melambaikan tangannya.
"Ya Rois!! Ila Rab'ah al-Adawea bikam?" ucapnya.
"Arbain Gunaiha"
"Mesy. Om ayo!" kita pun segera menaiki taxi yang bentuknya sama sekali bukan seperti taxi.
"Ini taxi, Sarah?"
"Ya iyalah, Om. Ini adalah taxi yang paling digemari mahasiswa, agak murah sih" jawabnya.
# # #
"Kita sudah sampai. Ayo kita lihat-lihat dulu isi rumahnya, tapi jangan kawatir sudah saya bersihkan kok" ucapnya.
"Sarah kamu bersihkan ini semua sendiri?"
"Nggak kok, ditemani teman satu rumahku, mbak Ni'mah."
"Makasih banget lho Sarah."
"Om istirahat dulu, aku mau ke senat ada kajian Usul Fiqh. Besuk kita sambung lagi dan sekalian aku antar ke KBRI, jaga diri baik-baik ya, Om." Tutupnya.
# # #
"Tet...tet...tet..." bunyi bel pintu.
"Iya sebentar. He Sarah. Bawa apa kamu?" tanyaku.
"Makanan buat om. Takutnya nggak makan karena belum bisa adaptasi, he...he..."
"Kamu ini bisa aja. Om dah lama di luar negeri sehingga bisa adaptasi dengan berbagai masakan, termasuk makanan Mesir." Jawabku meyakinkan. Segera aku menyantap makanan yang di bawakan Sarah.
"Ayo kita berangkat, Om"
"Ok" lagi-lagi kami harus naik taxi tua yang sebenarnya sudak waktunya pansiun. Aku melihat beberapa pemandangan di Kairo yang sangat berbeda dengan pemandangan di California.
"Om, kita sudah sampai." Kita pun bergegas turun dari taxi itu. "Assalamu'alaikum" Sambil melempar senyum.
"Wa'alaikumsalam, ada yang bisa dibantu?"
"Ini Bapak Alawi Umar Ritonga dari California yang melakukan perjalanan ke Mesir untuk melakukan riset lapangan pada literatur Islam"
"Selamat datang, Pak Alawi" sambunya.
"Mungkin kami bisa lapor diri dengan siapa, Pak?" tanyaku.
"Baik ada Pak Slamet Shaleh, beliau adalah Adikbud di sini. Silahkan langsung masuk saja." Kami pun masuk menuju ruangan beliau.
"Assalamu'alaikum, mbak Ni'mah kok di sini?" sapa Sarah.
"Iya aku juga mau melaporkan diri. Kemarinkan saya lagi pulang dan dua minggu kemarin belum sempat" jawabnya dengan sangat lembut. Sungguh pesona wajah yang dililiti dengan kerudung sangat luar biasa, aku terkesima melihatnya.
"Mbak kenalkan ini omku." Sarah mengenalkanku kepadanya.
"Ni'mah" dia memperkenalkan.
"Alawi Umar" sambil duduk menunggu bapak Adikbut yang sedang menemui Duta Besar, kita pun saling ngobrol.
"Kalau boleh tahu, pulang ke Indonesia dalam rangka apa?" tanyaku.
"Aku mencari data tentang 'Ulama' Tafsir nusantara" jawabnya dengan lembut.
"Sedang menulis apa? disertasi"
"Nggak ustadz, baru nulis tesis kok." Jawabnya dengan menundukkan kepala. Gila pesonanya membuat aku semakin penasaran, sepanjang hidupku di California aku belum pernah menemukan gadis sesantun dan selembut ini. Siapa kah engkau, sampai membuat hati ini berdesir.
"Tentang apa itu?"
"Aku mencoba mengkomperasikan Tafsir Nawani al-Banteni dan Tafsir Hasbi asy-Shidiki."
"Luar biasa sekali" Pujiku.
"Ustadz sendiri ke Kairo dalam rangka apa? Kalau hanya pengen melihat Sarah kayaknya ini bukan alasan utama kenapa harus jauh-jauh dari Indonesia ke Mesir."
"Sebenarnya, aku mahasiswa California. Ke Mesir mau melakukan riset lapangan terhadap literatur Islam." Dia menatap dan mendengarkanku dengan sangat.
"Assalamu'alaikum, Ustadhah Ni'mah dah balik ya?" suara lelaki setengah baya.
"Wa'alaikumsalam Iya pak dua minggu yang lalu." Jawab Ni'mah.
"Oh iya, perkenalkan aku Slamet Shaleh" tangannya menjulur ke arahku.
"Aku Alawi Umar Ritonga"
"Oh... sang peneliti dari California. Selamat datang di bumi kinanah ini." Sambutnya. "KBRI akan senantiasa mendukung kegiatan kalian semua. Urusan lapor diri dan visa kami akan membantu kalian." Tutupnya. Kami pun pulang, sementara di sela-sela kepulangan kami, saya pergunakan untuk mengenal lebih dekat Ni'mah.
Lima bulan aku di Kairo. Aku sangat serius dalam mengkaji literatur klasik Islam, tidak jarang aku meminta bantuan ke pada Ni'mah untum memberikan keterangan tempat menyimpanan literatur-literatur itu. Di Mesir aku sangat sering melihat dan menemukan literatur tipikal autograf (tulisan tangan penulis sendiri). Aku merasa berkomunikasi dengan mereka (para penulis). Aku tidak begitu kesusahan karena pada dasarnya aku sudah mempelajari Bahasa Arab dalam waktu yang lama, dari usia tujuh tahung hingga usia dua puluh tahun, tentunya sebelum aku berangkat ke California.
Terkadang aku bertukar ide dengan Ni'mah untuk memberikan beberapa pendapat tentan apa yang saya tulis hingga menuju pada kesimpulan. Aku sering melakukan adu argumen terhadap dia karena metodeku sering mendapat kritikan darinya.
"Metode ustadz bagus? Cuman terkadang kita tidak bisa menggunakan analisis seperti itu untuk segala macam tex. Dalam hal ini aku sangat setuju melihat analisis usatadz terhadap karya monumental al-Fiah Ibnu Malik. Aku sangat salut, bahkan ustadz sedikit menyinggung tentang historis beliau menulis kitab (buku) ini, kenapa harus di Mesir dan bukan ditulis di Andalusia. Tapi akan sangat sayang sekali ketika ustadz menganggap al-Qur'an adalah tex yang sepadan dengan literatur lain. Al-Qur'an adalah wahyu jadi metode versi ustadz yang selalu mengedepankan kritik untuk menuju tingkat keilmiahan tertinggi rasanya akan sangat jauh." Kata-kata ini benar-benar membuat aku sedikit kecewa.
Aku sangat yakin dengan pemahamanku terhadap metodologi riset. Aku sangat muak dengan metode matan dan sarah. Ini adalah metode menuju pada kehidupan yang sangat terbelakang. Kenapa kita harus menggunakan metode yang tidak relevan lagi.
"Menurut saya Ustadz. Ustadz sangat kelewatan ketika menganggap al-Qur'an sebagai tex yang perlu dikritik dan ditafsiri seenak kita. Saya mengambil sampel dalam salah satu tulisan ustadz tentang konsep Firm and Changing (Tsabit wa Mutahawil) yang pernah diusung oleh Adonis dan kawan-kawan. Dalam tulisan ustadz konsep ini tuan mainkan dalam perangkat al-Qur'an. Sehingga menurut tulisan ustadz beberapa ayat al-Qur'an harus ada yang tidak dikebumikan karena tidak relevan. Tuan menyontohkan ayat-ayat tentang mawaris dan poligami. Ustadz mengatakan ini adalah hukum yang sudah tidak relevan dalam perjalana kehidupan manusia karena dianggap membuat dikotomi baru terhadap perempuan."
Lagi-lagi ucapan yang disampaikan Ni'mah membuatku sedikit berfikir ulang. Sehingga aku memutuskan untuk mengkaji lagi literatur yang hampir selesai itu. Sebenarnya yang paling membuatku tergerak untuk melihat tek dengan pandangan yang komprehensif. Dalam hal ini Ni'mah memberiku dua buku yang ditulis orang yang sama tapi memiliki substansi yang berbeda. Buku itu adalah karangan Dr. Imarah.
Buku pertama menggunakan pendekatan dan sudut pandang Markisme untuk memahami agama. Serta buku yang berikutnya menggunakan pandangan Islam untuk memahami Islam itu sendiri.
# # #
Sungguh aku harus membatalkan uji tesis tiga bulan lagi. Aku merasa bersalah terhadap Islam kalau tulisanku ini saya pertahankan dalam persidangan tesis dan sampai digandakan. Aku yakin ini adalah penghujatan terhadap Islam sungguh aku telah menyesal mematua dan menuruti para Freemasonry yang terus merong-rong keutuhan agama Illahi nan suci.
Aku harus balik ke jalan yang benar. Kalau pun aku sangat tidak suka dan sangat enggan ketika menjawab orang salam aku sedikit demi sedikit merubahnya. Di samping itu aku juga semakin menertibkan diri untuk menghadap Tuhan lima kali sehari. Aku menangis, sedih bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan di depan Pemilik jagad raya.
"Tidak ada kata terlambat untuk berbenah diri" kata Ni'mah.
"Iya tapi maafkan aku juga, aku pernah memaki-maki kamu akibat kita beda pendapat"
"Tidak perlu begitu, kita semua adalah mahluk yang selalu diliputi dosa dan nista. Perbedaannya, manakah diantara kita yang mau mengakui dan mencoba melakukan perbaikan di sisa-sisa kehidupan kita dengan perbuatan yang mulia." Tambahnya lagi.
Sungguh aku benar-benar telah salah jalan membela pendapat yang sama sekali tidak sejalan dengan tuntutan Nabi Agung, Muhamad Sallallu alaihi wa salam.
Kairo di musim dingin, 30 Januari 2009
0 komentar:
Posting Komentar