Welcome to Nur Fadlan Blog

Senin, 30 November 2009

Mason


- Nur Fadlan -


Prof. DR. Jerry Steve adalah sejarawan kebangsaan Spanyol. Dia menuju ke rumahnya dan membuka pintu. Ruangan itu tidak seperti biasanya. Gelap dan tercium aroma amis darah segar.


"Pasti istriku sedang masak daging... ooo 17 Februari, hari jadi..." pikirnya.

Tanpa memeriksa semua keadaan ruangan itu, dia langsung masuk kamar mandi untuk sekedar membasuh muka dan kaki.


"Emm... emm... emm... emm..." terdengar suara akrab dengan volum yang sangat kecil.

"Julie! ..." sambil menghampiri sumber suara.


Darah segar itu semakin menyengat masuk dalam lubang hidung Prof. Jerry. Dia hanya memfokuskan pada suara Julie yang kedengaran sangat ketakutan. Dari kamar mandi harus naik ke lantai dua untuk menuju ke kamar Julie. Dia pun mulai satu demi satu menaiki anak tangga penghubung antara lantai satu dan dua. Suara itu menjadi semakin jelas dan bersumber dari kamar Julie.


Prof. Jerry membuka pintu secara perlahan. Ruangan itu sangat gelap, sengatan bau darah semakin menusuk hidung seperti sedang membentur-bentur saraf lembut otak dan mengakibatkan dia ngilu.


"Julie ..." sambil menggrayangi tembok sekedar untuk mencari saklar lampu.

Terasa dingin dan tajam benda yang sangat pipih berada di leher Prof. Jerry. Tiba-tiba lampu menyala dan tergeletak tewas istrinya. Di pojok ruangan itu, tangan dan tubuh Julie diikat dengan mulut terbalut sobekan kain berwarna hitam.


"Manuskrip apa saja?" ucap seorang bertopeng dan bertubuh kekar. Sambil menekan pisaunya agak ke dalam leher DR. Jerry.


"Aku tidak tahu..."

Sang bertopeng mengambil pistol dengan tangan kanannya dan mengarahkan ke arah Julie. Sementara tangan kirinya masih tetap memegang pisau dengan sangat kuat, mendorong semakin ke dalam leher Prof. Jerry.


"Apakah kamu ingin melihat anak kamu mati!" Prof. Jerry terdiam.

"Cepat!! apa saja, ..."

Sang bertopeng itu tak sabarkan diri hingga busur pistol itu ditarik dan peluru meluncur mengenai tubuh mungil Julie.

"Keparat!!! Apa maumu setan!!!,..." umpat Prof. Jerry.

Tidak lebih dari lima belas detik, pisau itu terayun serta menyayat dengan cermat leher Prof. Jerry, seperti halnya pisau bedah. Prof. Jerry terkulai lemas dan jatuh ke lantai.


* * *


Alfa Rome 155 T-Spark meluncur ke arah rumah Prof. Jerry. Dengan penuh keyakinan Ali Pasha dapat bertemu dan berdiskusi dengan Prof. Jerry. Budaya Spanyol Kuno adalah tidur di siang hari, sehingga Ali Pasha memiliki kayakinan penuh bahwa Prof. Jerry memiliki kebiasaan terjaga sepanjang malam. Mungkin karena itu, beliau memilih waktu malam untuk membicarakan maha karya Canones de Medicina Practica.


Citt...cit.. suara rem mobil yang dikendarai oleh Ali Pasha. Dia pun segera menuju bangunan yang bercorak aneh. Struktur bangunan itu terlihat lebih kotak dari luar sementara pilar-pilar vertikal berbentuk segitiga menyamarkan lapisan kaca yang melingkar di belakangnya. Ali Pasha segera turun dari mobilnya dan menuju pintu utama.


"Tet...tet...tet..." tekan Pasha. Ali Pasha keheranan, karena sang penghuni belum juga membukakan pintu untuknya. Ali Pasha mencoba memutar ke bawah gagang pintu rumah tersebut. "Terbuka" ucapnya dengan lirih. Rumah itu sunyi dan senyap, semua lampu mati kecuali secercah sinar di salah satu kamar lantai dua yang diapit dua ruangan tanpa cahaya lampu pula. Sesekali dia memanggil nama Prof. Jerry dan tidak ada jawaban. Selaput matanya menyipit ketika melihat jam tangan Chonograph ditangan kirinya, jam itu menunjukkan pukul 11.14 pm. "Wah... aneh..." guman Ali Pasha. "Diluar tadi ramai dengan kendaraan, kenapa sekarang menjadi sangat sepi..." curiganya.


* * *


"Twitz...twitz...twitz..." suara sirine dari luar. Tiba-tiba pintu rumah itu digedor dan tampak puluan polisi dan bersenjata lengkap.


"Jangan bergerak!!!..." perintah salah satu polisi itu. Ali Pasha pun menuruti permintaan mereka dan segera dibawa ke mobil box hitam milik gerombolan polisi itu. Dengan perlakuan yang sangat kasar Ali Pasha didorong dan dipaksa masuk dalam mobil itu. Dengan langkah seperti terjungkal akibat dorongan dua polisi Spanyol, Ali Pasha terduduk dengan volum turun yang terlalu keras.

"Aduh..." suara yang keluar dari mulut Ali Pasha.


"Kenapa kamu bunuh keluargaku?" tanya perempuan yang berwajah lembut. Suaranya terdengar sangat bening, sejernih ketukan pertama pada alat musik. Matanya tampak berselaput seperti binatang malam, menatap tajam. Ali Pasha sangat ketakutan dengan tuduhan yang menghantamnya itu.


"Aku Tidak tahu, Nona..."

"Kenapa kamu bisa ditempat kejadian saat beberapa menit tadi ada seseorang yang tidak ku kenal menelfonku?" pandangan wanita itu berlokus pada Ali Pasha seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.


"Aku mahasiswanya Prof. Jerry..." tiba-tiba Ali Pasha nggak bisa melanjutkan jawabannya. Spontanitas dia diingatkan dengan metode Pranayama yaitu, bernafaslah dengan mata dan mengendorkan otot-otot mata. Ali Pasha sangat pobia dengan ruangan yang gelap dan sempit. Satu-satunya cara untuk membuat dia kembali tenang adalah dengan cara terapi seperti itu.


"Nggak bisa jawabkan!?" suara itu kembali meletup dan menghantam dendrit-dendrit otak Pasha.

"Oke...akan aku jelaskan sebenarnya. Aku mahasiswa paska sarjana dari Indonesia bertemu dengan Prof. Jerry pada kuliahnya di Santa Monica, California. Aku dapat fasilitas ke Spanyol karena tesisku yang berjudul membongkar Risalah fi al Jimâ' Maimonedes yaitu tulisan Musa bin Maimun tentang kedokteran khususnya seksologi atau reproduksi. Tulisanku mendapat perhatian publik karena ditopang dengan sumber manuskrip, meskipun manuskrip itu mengunakan bahasa Ibrani. Saya temukan manuskripnya di Perpustakaan Biblioteca de Sacro-Monte de Granada, Spanyol." Jawab Pasha.


Tiba-tiba perempuan itu terjingkrak dan memeriksa pintu mobil box. "Kita terjebak" ucapnya. Pasha hanya melihat tingkah perempuan itu.

"Ada apa sebenarnya...?" tanya Pasha.

"Ini intrik Mason..."


"Freemasonry maksudnya?"

"Betul... Yahudi konservatif ingin membunuh semua peneliti yang mengatakan rancang bangun intelektual Musa bin Maimun lahir dari rahim Islam." jelas perempuan itu, sambil jemarinya memilih kontak yang ada di telfon genggam serta mendialnya. "Hallo... lima detik lagi turun ke area dan tangkap semuanya, kecuali satu orang pria yang disampingku..." dialog singkat itu tiba-tiba berhenti dan tangan kirinya mengambil dua kaca mata infra merah dan meminta Pasha untuk memakainya.


Dor...dor...dor... terdengar suara tembakan bertubi-tubi. Tiba-tiba pintu mobil box dimana Ali Pasha dan perempuan itu berada terbuka.

"Nona tidak apa-apa?" tanya salah satu orang yang tertutup mukanya.

"Aku baik-baik saja. Cepat ringkus mereka! Dan bawa mereka ke kantor kepolisian Granada..."

"Siap, Nona" jawab mereka serentak. Mereka pun memaksa polisi-polisi bayaran Freemasonry masuk dalam mobil box.


"Aku Sylvia Jerry... nama tuan siapa?" ucap perempuan itu.

"Aku Ali Pasha"


"Tuan sering mendapat pujian dari ayahku dan aku juga kagum dengan tulisan-tulisan tuan tentang Maimonedes..." sambil melempar senyum yang masih terbalut dengan kesedian. Sylvia menuju Mobil saab 900S, dan memanggil Ali Pasha.

"Tuan ikut aku saja..." ajak Sylvia. Ali Pasha hanya mengangguk kemudian mereka masuk dalam mobil dan mengendarainya dengan kencang. Malam itu sangat gelap. Sanitasi perkotaan tenggelam oleh petang, kota itu mati lampu total.

"Kita mau ke mana?" tanya Pasha.


"Ke Perpustakaan Escoreal. Aku tahu tuan juga mau ke sanakan? Incaran mereka berikutnya adalah Canones de Medicina Practica, Al Fushûl fi al Thibb, Mukhtasharât Kutub Gallinus dan Al Risâlah al Fâhdiliyah fi 'Ilâj al Sumûm wa Dzikr al Adawiyah al Nâfi'ah Minhâ wa min al Nahûsy."

"Manuskrip itu rata-rata menyinggung tentang kedokteran. Apa mungkin manuskrip-manuskrip penting itu akan mereka ambil?"

"Mungkin akan lebih dari itu. Mereka membabi buta demi cita-cita dan arogansi terhadap fanatisme Yahudi" jawab Sylvia.

"Sepertinya ada kaitannya dengan Ibnu Rusy dan Ibnu Tuffail. Mereka adalah ilmuan muslim yang pernah mengajar Musa bin Maimun."

"Tepat sekali" Sylvia sepakat.


Malam terus menyelimuti perjalanan mereka menuju Perpustakaan Escoreal. Sylvia menyiapkan Cherchi-Pardini, senjata semi otomatis. Yaitu senjata yang dilengkapi tabung gas syaraf jarak pendek dan pelumpuh jarak jauh.

Kecepatan mobil terkurangi. Tampak Mobil trailer pers dan ratusan orang memenui pintu masuk Perpustakaan Escoreal.

"Kita terlambat" kata Sylvia.


[] [] []

Februari 2009

Melepas jubah musim dingin serta membuka lagi romantisme babak ke dua

Saya dedikasikan untuk si dia, angin sammu nasim

(Diteliti lagi pada Bengkel FLP Wilayah Mesir 21 Oktober 2009)

0 komentar:

Posting Komentar