NU dan Muhamadiyah; Lawan atau Kawan
Ditulis Oleh : Nur Fadlan
Dua organisasi kemasyarakatan ini sering menjadi perdebatan panjang mengenai keberadaannya dalam masyarakat. Terkhusus bagi mereka yang fanatik dengan salah satu dari keduanya. Mereka membabi buta menganggap organisasi yang mereka ikuti adalah paling benar, sehingga menimbulkan perdebatan panjang yang berujung pada permusuhan.
Perdebatan ini tidak hanya terjadi pada kaum pendahulu kita melainkan di zaman sekarang perdebatan itu masih terus berkepanjangan. Tidak mengesampingkan pada kaum akademisi, kelompok yang kita anggap memiliki banyak pandangan, ternyata juga mempersoalkan masalah NU dan Muhamadiyah.
Sebagai kaum akademi hendaknya kita berfikir jernih dalam mengikapi permasalahan seperti ini. kita tidak boleh fanatik apalagi kepada salah satu golongan atau organisasi. Kita harus mengetahui seluk-beluk dari suatu organisasi atau perkumpulan, setelah itu baru kita menyimpulkan keadaannya.
Jastifikasi terhadap salah satu organisasi kemasyarakatan adalah langkah buta dalam bersikap. Kita harus melakukan berbagai pendekatan untuk mengetahui keadaan suatu organisasi. Jangan mudah menyalahkan.
Di sini penulis membawa pendekatan historis. Secara historis kedua organisasi ini adalah organisasi baik yang didirikan dua tokoh yang pernah belajar bareng. Muhamadiyah didirikan pada tahun 1912. Ketika didirikannya organisasi ini, K.H. Hasyim As'ari dari Tebuireng Jombang menanyakan siapa pendiri organisasi ini. Singkat cerita beliau tahu kalau yang mendirikan Muhamadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Jawaban ini membuat beliau menjadi terus bertanya hingga beliau menegaskan lagi tentang pertanyaannya.
"Adakah orang itu santri yang bersamaku mengaji pada K.H. Sholeh Darat (Semarang)?" tanyanya. Setelah mendapat kepastian kalau pendiri organisasi itu adalah yang beliau maksud. Sehingga beliau terus berkata, "Muhamadiyah adalah organisasi baik karena tokoh pendirinya orang baik.
Kiprah Muhamadiyah dapat kita buktikan terhadap program-program yang mereka canangkan seperti; pendidikan, kesehatan dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa Muhamadiyah adalah organisasi yang baik karena pendirinya orang baik pula.
Diantara keduanya tidak ada jurang yang memisahkan, bahkan pendiri organisasi sendiri menyatakan kalau organisasi Muhamadiyah adalah organisasi yang baik. Dari sini kita jangan sampai terjebak dalam premodialisme sebagai Muhamadiyah ataupun NU. Kita hakikatnya adalah satu.
Alih-alih demikian saya sangat prihatin ketika para mahasiswa adu mulut memperdebatkan antara keduanya apalagi melakukan tindakan anarki sungguh sangat tidak dewasa. Kita adalah kaum akademisi yang seharusnya bisa berfikir jernih tanpa harus ada percekcokan mengenai sekelumit masalah yang kita besar-besarkan.
Kita harus memperbanyak dialog antara NU dan Muhamadiyah atau sebaliknya, supaya tidak terjadi permasalahan-permasalahan yang tidak kita inginkan. Bukannya kaum akademisi harus menekankan dirinya pada dialog yang baik bukan mengambil jalan anarki yang membabi buta.
Ayo ..! rubah paradigma kita dari berfikir kolot kepada berfikir yang baik dan bijak. Serta tidak lupa kita harus membiasakan saling menghormati antara satu dengan yang lain biar tidak terjadi misunderstandingpemahaman suatu permasalahan baik NU kepada Muhamadiyah ataupun sebaliknya.
Hemat penulis Muhamadiyah dan NU adalah sama-sama organisasi yang baik sehingga sangat ironis jika keduanya saling menyulut prahara permusuhan. Kita bergerah searah yaitu membenarkan kalimat Ilahi yang tidak lain adalah jalan kebenaran. Kenapa harus cek-cok kalau hal itu bisa diselesaikan dengan dialog?
Nur Fadlan
Kairo, 23 Agustus 2008 jam 01.12 am
0 komentar:
Posting Komentar