Welcome to Nur Fadlan Blog

Senin, 30 November 2009

Memberi Maaf Adalah Strategi Sehat


Nur Fadlan



Ketika kita dihadapkan pada sebuah makanan yang sangat lezat dan siap santap serta diperuntukkan untuk kita. Tentunya keinginan untuk menikmati makanan tersebut adalah langkah berikutnya. Tetapi tanpa kita sadari ternyata tiba-tiba ada informasi yang menyatakan bahwa makanan itu mengandung racun arsenik (racun tanpa rasa, rupa dan bau) yang telah membunuh Munir (aktifis HAM Indonesia) ketika perjalanannya menuju Jerman. Pasti kita akan tercengang dan membatalkan penyantapan makanan tersebut dan benar-benar melupakan makanan itu meskipun secara bentuk dan bau makanan tersebut termasuk makanan yang sangat menggiurkan. Dalam hati kita pasti berbisik, hanya orang-orang bodohlah yang mau memakan makanan yang beracun setelah datang hakikat makanan itu sebenarnya.

Analog di atas bisa kita giring dalam perilaku kita yang sebenarnya telah melakukan sesuatu yang sangat berbahaya tapi belum juga kita sadari. Bisa dikatakan kita terlalu sering bahkan dengan sengaja memasukkan 'makanan-makanan beracun' ke dalam pikiran kita. Kita tidak sadar bahwa inilah sumber penderitaan kita. Bisa penulis abstaksikan bahwa makanan beracun ini adalah ketidak mauan kita untuk memaafkan orang lain.

Dampak hebat akibat tipologi sikap seperti ini adalah: menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan sistem kekebalan, meningkatkan tekanan jantung, otak serta setiap organ dalam tubuh kita. Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, perut, depresi, kurang energi, cemas, tak bisa tidur, ketakutan dan tidak bahagia.

Dipublikasikan oleh The Christian Science Monitor, sifat memaafkan ternyata memiliki kekuatan luar biasa yang dapat membantu proses penyembuhan suatu penyakit. Ini memang bukan hasil yang baru. Sebelumnya, cara ini telah lama diusung oleh pengobatan Timur tetapi sistim ini masih sangat sederhan sehingga tendensi ilmiah saat itu belum bisa diketengahkan. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu cara ini mengalami elaborasi konsep sehingga sekarang menjelma menjadi efektivitas.

Herbert Benson, Presiden dari Harvard's Mind and Body Medical Institute menemukan adanya tingkat depresi yang relatif rendah pada orang-orang yang memiliki sifat pemaaf. Pada mereka pula ditemukan rasa percaya diri tinggi dan daya tahan tubuh yang lebih kuat. Ia juga menambahkan, sifat memaafkan sangat membantu dalam upaya penyembuhan segala macam penyakit serius dalam diri kita sebesar 60 sampai 90 persen.

Sebuah pusat rehabilitasi penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras di USA mencatat begitu banyak pasiennya yang memiliki kasus yang sulit disembuhkan dalam waktu singkat. Tetapi dengan terapi "forgiveness" yang diberikan kepada setiap pasiennya, hanya dalam waktu enam minggu sudah menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Empat bulan kemudian, tes ulang yang diberikan kepada beberapa pasiennya menunjukkan bahwa mereka sudah benar-benar lebih sehat, lahir dan batin!. Bahkan terapi ini mendapat dukungan kuat dari Gerarld G. Jampolsky dalam bukunya Forgiveness The Greatest Healer of All.

Di samping pandangan medis dan sikologis di atas agama juga sangat menganjurkan sikap pemaaf. Disebutkan dalam sebuah ayat: "Apa yang mengenai diri kalian dari (sekian banyak) musibah yang menimpa, (tidak lain merupakan) hal-hal berupa buah tangan kalian sendiri. Dan (walaupun demikian) Allah memaafkan sebagian (besar) hal-hal itu." (Ma ashabakum min mushaibatin fa bima kashabat a’yidikum wa ya’fu ‘an khatzirin).

Firman Allah ini mengajarkan kita untuk mudah memberikan maaf kepada siapapun, sehingga sikap saling memaafkan adalah sesuatu yang secara inherent menjadi sifat seorang muslim. Tipologi sifat pemaaf juga diambil mendiang Mahatma Gandhi sebagai muatan dalam sikap hidupnya yang menolak kekerasan (satyagraha), yang terkenal itu. Sikap inilah yang kemudian dielaborasi dalam woridview mendiang Pendeta Marthin Luther King Junior di Amerika. Sifat itu terekam dalam peristiwa bersejarah tahun 60-an, ketika ia memperjuangkan hak-hak sipil (civil rights) di kawasan itu, yaitu agar warga kulit hitam berhak memilih dalam pemilu.

Dalam Surah al-A'raf ayat: 199, Allah telah memberi formulasi cerdas yaitu sebuah jalan lurus yang menghantarkan manusia pada efesiensi lebih baik; ''Jadilah engkau pemaaf dan serulah (manusia) mengerjakan yang makruf (baik) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh". Ketika turun ayat tersebut, Rasulullah SAW bertanya kepada Malaikat Jibril. ''Apakah maksud ayat ini, wahai Jibril?'' Jibril menjawab, ''Sesungguhnya Allah menyuruhmu memaafkan orang yang telah menzalimimu dan bersilaturahim kepada orang yang memutuskan hubungan denganmu".

Menanggapi ayat tersebut, Ibnu Jarir berkata; ''Allah menyuruh Nabi-Nya supaya menganjurkan segala kebaikan, amal dan ketataan. Di samping itu juga agar menanggung tantangan orang-orang yang belum memahami hukum Allah dengan penuh kesabaran dan lapang dada.''

Dalam sebuah riawayat, ketika dalam perang Khaibar; Rasulullah SAW disuguhi kambing bakar yang telah diberi racun oleh Zainab binti Harits, istri Salam bin Misykam. Dia adalah salah seorang pemuka Yahudi. Kemudian beliau mengambil sedikit daging paha kambing itu dan mengunyahnya. Tetapi beliau tidak menyukainya, lalu dimuntahkan apa yang telah beliau kunyah. Sedangkan Bisyr bin Barra yang makan daging kambing itu, tidak lama kemudian meninggal.

Rasulullah SAW berkata; ''Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa dirinya telah diberi racun.'' Lalu dipanggillah Zainab dan ditanya atas perbuatannya. Sehingga dia mengakui perbuatannya. Walaupun Zainab telah berniat jahat akan membunuh Rasulullah SAW, namun beliau sanggup memaafkannya karena kelapangan hatinya.

Bukan hanya itu, karena sudah terlalu sering Rasulullah SAW disakiti masyarakat jahiliyah, para sahabatnya mengadu agar Nabinya yang mulia berdo'a supaya musuh-musuh yang di hadapannya langsung diazab Allah SWT. Bahkan, malaikat pun menawarkan dirinya untuk mengangkat sebuah gunung agar ditimpakan kepada kaum yang pernah mempermainkan Nabi SAW. Tapi, apa jawab Nabi SAW? ''Aku diutus bukan untuk melaknati, tetapi aku diutus sebagai da'i dan pembawa rahmat. Ya Allah! Berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengerti".

Begitulah hubungan kasualitas antara worldview agama dan dunia medis perihal memaafkan yang tak lain adalah salah satu strategi untuk senantiasa hidup sehat lahir batin. Ada anekdok masa Orde Baru yang memuat pesan pentingnya memaafkan; Seorang lelaki bekas tapol di zaman Orde Baru sedang mengunjungi kawannya sesama korban tapol.

Sambil mengobrol si kawan bertanya, "Apakah kamu sudah melupakan rezim Orde Baru?"
"Ya, sudah" jawabnya.
Si kawan kemudian berkata, "Saya belum. Saya masih sangat membenci mereka."
Lelaki itu tertawa kecil dan berkata, "Kalau begitu, mereka masih memenjara dirimu".

* * *

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Postingan yang bagus. Sebagai info juga, banklink blog ini ada di sini. Perkenankan kami posting info juga, barangkali ada manfaatnya.

1. Sarang semut papua
2. Madu alam super
3. Name chemistry
4. Foto jadi kartu lebaran
5. Umroh, haji dan investasi
6. Reklame & percetakan
7. Privat English & sertifikat
8. Freeware - shopping cart
9. Freeware - mesin email
10. Kursus gratis
11. Iklan bonafid

Info selengkapnya: http://sutaryo.net/promosi.htm

20 Agustus 2010 pukul 15.04

Posting Komentar