Welcome to Nur Fadlan Blog

Senin, 30 November 2009

Ramadhan di Negeri Seribu Menara


Nur Fadlan

Aktivis FLP Wilayah Mesir


Sabtu malam (30/8) kemarin, Darul Ifta' (Majelis Fatwa) Mesir menetapkan awal Ramadhan 1429 H yang bertepatan dengan hari Senin (1/9). Acara ini diselenggarakan di gedung Azhar Conference Center (ACC), Nasr City Kairo.

Pada waktu yang sama, seketika pikiran lalu-lantang meramaikan dendrit-dendrit otak yang menempel di kepalaku. Ramadhan akan datang lagi, mudah-mudahan aku bisa melewatinya dengan baik sehingga memperoleh prestasi taqwa.

Salah satu kawan pernah bertanya kepadaku tentang 'melakukan ibadah puasa di negeri para Nabi'. Memangsih, untuk pertama kalinya aku melewati bulan Ramadhan di Kairo serasa ada yang kurang, yaitu bareng keluarga. Apalagi aku anak terakhir, jadi ketika menuai parade pahala di bulan Ramadhan biasanya dihiasi dengan bareng keluarga, terutama saat sahur dan berbuka puasa. Semenjak di Kairo semuanya rasanya hampa.

Tapi Ramadhan kali ini rasanya ada yang lain dalam diriku. Aku merasa lebih asik melewatinya di bumi kinanah ini. Karena aku merasa, ada beberapa hal yang bisa aku jadikan refleksi dan pembelajaran demi aplikasi di tanah air tercinta.

Coba kita amati di beberapa jalan-jalan dan perumahan penduduk. Mereka mulai menaburkan lampu-lampu al-faanus (lampu Ramadhan). Kios-kios di pinggiran jalan mulai membanjiri dagangannya dengan makanan ringan khas timur tengah, seperti kurma, kataif dan manis-manisan. Kios-kios ini menggunakan khiyamiyah (kain khas Mesir) dengan tujuan supaya mudah dikenali oleh para pengunjung. Ini semua adalah bentuk penghormatan terhadap bulan Ramadhan.

Di samping itu, aku juga mendapatkan beberapa aktifitas yang sangat mencolok di Kairo. Ketika senja hari Kairo yang begitu indah, aku melihat para penduduk Mesir mempersiapkan diri untuk iftar (buka puasa). Fenomena yang sangat luar biasa, ditambah lagi dengan atmosfer Kairo mendadak berubah menjadi sepi, jalan-jalan menjadi lenggang, tidak ada toko buka, tidak ada mobil yang melintas. Mereka semuanya bergegas pulang untuk berkumpul dan berbuka puasa dengan keluarganya di rumah masing-masing.

Setelah selesai masa berbuka, gemerlap Kairo dimulai lagi. Lebih-lebih saat Ramadhan. Kehidupan terasa lebih lama, karena sampai menunjukkan pukul 02.00 dini hari, sisi kehidupan Kairo masih tampak hidup. Masyarakat Mesir menyebar ke berbagai penjuru negeri purba ini untuk menikmati udara, malam dan bulan yang merupakan hasil cipta karya Sang Pencipta.

Dalam kehidupan sosial, di Mesir mempunyai tradisi yang telah berlangsung sejak lama. Menurut al-kisah, tradisi ini sudah ada sejah Dinasti Fatimiyyah. Mungkin ini merupakan ciri khas tersendiri bagi masyarakat negeri seribu menara ini. Para muhsinin biasanya menyisihkan hartanya untuk keperluan ma'idatur Rahman (jamuan Allah).

Jamuan ini gratis. Benar-benar suri tauladan yang harus kita petik dan kita tindak lanjuti hingga dalam level aplikasi. Ketika pertama kali aku melihatnya, diriku serasa kagum campur tidak percaya, sehingga pada akhirnya aku menarik benang merah bahwa; Di Mesir, ruh kedermawanan Rosulullah, Ustman bin Affan, Umar bin Abdul Aziz benar-benar masih melekat kuat.

Yang tidak kalah menariknya adalah kran muhsinin dan instansi-instansi terkait, terbuka luas. Sehingga kafalah-kafalah atau musa'adah dari dermawan Mesir mengucur kapada para mahasiswa al-Azhar University atau lainnya baik yang berbentuk uang maupun sembako.

Digma yang dimiliki para dermawan Mesir memang sangat luar biasa. Mereka benar-benar tanpa pamrih menebarkan benih-benih kebajikan kepada sesamanya. Pendekatan matematis tidak mampu menguraikan fenomena ini. Yang mampu membangun karakter seperti ini hanyalah pendekatan ideologis masyarakat terkait.

Mereka benar-benar memahami dan melakukan pesan Nabi Muhamad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, "Rosululloh bersabda; Allah SWT berfirman setiap amal perbuatan anak Adam adalah untuk mereka sendiri".

Pesan implisit Hadist ini memang benar-benar sudah pada lewel praktis. Tidak hanya menyebarnya lewat mulut ke mulut, tapi masyarakat Mesir memberi contoh kongkrit untuk terus berlomba-lomba demi kebaikan (fastabiqul kho'irat).

Nilai plus lain dari sosial keagamaan di Mesir pada bulan Ramadhan adalah sadar untuk tilawah al-Qur'an. Dalam melewati bulan penuh rahmat masyarakat Mesir mengisi waktu luangnya dengan terus membaca kitab suci. Kita bisa melihatnya di mahathah (halte) bus, di dalam bus, ketika sedang tobur (antri), dan lain sebagainya.

Pemandangan seperti ini tidak hanya dilakukan oleh kaum akademisi saja. Kita juga bisa menyaksikan para kondektur bus, polisi yang sedang tugas, penjaga gerbang, penjaga toko terus membaca al-Qur'an. Mereka berlomba-lomba menuai bulan Ramadhan ini dengan amalan-amalan kebajikan, supaya tercapai sebuah prestasi taqwa.

Bahkan moment Ramadhan pun mampu untuk menglerai orang yang sedang berkelai. Secara pribadi penulis pernah naik bus yang sangat sasak. Udaranya sangat panas ditambah lagi dengan desak-desakan. Tiba-tiba ada suara mengglegar mengeluarkan sumpah-sumpah dan sepaan keji. Ternyata ada orang yang sedang berkelai.

Perang mulut berlangsung cukup lama sehingga salah satu dari penumpang ada yang bilang; Ramadhan karim, ma'alys (ma'af). Tidak lama kemudian penumpang yang membludak api kemarahannya menurunkan nada tingginya. Suaranya berubah nyaring seperti ketukan pertama nada tinggi piano sambil mengatakan; ma'alys.

Di samping itu, di malam-malam ganjil sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan biasanya di masjid Amru bin Ash (Masjid tertua di benua Afrika) jama'at shalat Tarawih membludak penuh. Apalagi ketika yang menjadi imam shalat Tarawih di masjid ini adalah Syaikh Muhamad Jibril, maka para jama'at berbondong-bondong ke masjid untuk mengikuti shalat berjama'at bersama beliau. Masjid ini menjadi sangat penuh dengan manusia yang menginginkan sebuah prestasi taqwa.

Masjid legendaris ini di bangun pada masa Khalifah Umar bin Khattab, khalifah kedua periode khulafaurrashidin. Meskipun masjid ini sangat tua tapi malah menambah karismatik kepada para jama'at shalat Tarawih di sana. Kita bisa melihat titik kulminasi dari keramaian jama'at ini pada tanggal 27 dan 29 Ramadhan. Masjid penuh dengan manusia, mereka menangis tersedu meminta ampun kepada Allah SWT dan meminta bertemu dengan malam yang istimewa, Lailatul Qodr. Suara lantunan al-Qur'an dan do'a Lailatul Qodar Syeikh Muhamad Jibril menambah suasana haru para jama'at. Sehingga tak sedikit dari jama'at yang mengeluarkan air mata akibat larut dalam lautan keheningan.

Kondisi seperti ini, tidak hanya terjadi di Masjid Amru bin Ash saja. Hampir semua masjid pada sepuluh terakhir Ramadhan dipenuhi jama'at. Yang lebih mencengangkan lagi adalah jumlah nominal dari jama'at yang sama sekali tidak berkurang.

Bahkan ada beberapa masjid yang memberikan pelayanan istimewa kepada para penui parade pahala di bulan Ramadhan. Pelayanan seperti ini biasanya diberikan kepada para mu'takif (orang yang i'tikaf). Hal ini bisa kita lihat pada Masjid Sarbini di daerah Masakin Ustman.

Bisa kita katakan; Ramadhan di Mesir benar-benar mempunyai nilai-nilai yang sangat tinggi, baik dalam tataran praktis maupun ideologis. Diriku sangat salut dengan penduduk negeri kinanah yang senantiasa menjaga ajaran-ajaran yang telah di samapaikan Allah secara tersurat dalam al-Qur'an dan Hadist.

Di Masjid Rob'ah al-Adawea juga tidak kalah aktifnya dalam menuai Ramadhan karim. Di masjid ini, diadakan shalat qiyamul lail yang dilanjutkan dengan sahur bersama. Sungguh merupakan fenomena yang sangat luar biasa, ruh kebersamaan dan keislaman sangat kentara dalam melewati masa-masa bulan Ramadhan karim di Mesir. Mereka benar-benar bekerja keras untuk menyambut malam Lailatul Qadr yang mempunyai nilai lebih baik dari seribu bulan. Sebagai mana firman Allah, "Malam Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, para malaikat dan Ruh (Jibril) turun dengan izin Tuhan mereka. Malam itu diliputi kesejahteraan hingga terbit fajar." (QS al-Qadr: 3-5).

Dari sini, kita bisa mengetahui; betapa bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat luar biasa. Masyarakat Mesir terus berupaya meniti kebajikan yang sesuai dengan ajaran al-Kitab dan al-Sunah. []

0 komentar:

Posting Komentar