Ramadhan…
(Ketika kesempatan masih berpihak pada kita)
Nur Fadlan
(Koordinator Departeman Pendidikan KSW)
Flash Back Tentang Ramadhan
Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an, bulan penuh dengan ampunan, bulan di mana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syetan-syetan dibelenggu, bulan di mana malaikat memohon ampunan kepada Allah untuk orang yang berpuasa, bulan di mana Perang Badar dimenangkan oleh kaum muslimin, bulan di mana berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan serta Ramadlan adalah bulan ketika Kota Mekah dibebaskan (Fatĥu Makkah).
Ramadhan berasal dari akar kata رم ض yang berarti panas yang menyengat atau kekeringan. Dalam buku Essentials of Ramadan, The Fasting Month menjelaskan bahwa; Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat dominan di Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar. Perkalenderan sistem ini menggunakan metode penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus.
Dalam perhitungan metode ini, bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga menjelang petang batu-batuan, gunung dan gurun pasir terpanggang oleh sengatan matahari musim panas. Siang hari musim ini lebih panjang dari pada malam harinya. Di malam hari, panas bebatuan dan pasir sedikir mereda, tapi sebelum benar-benar dingin sudah berjumpa lagi dengan pagi hari yang senantiasa menyambut bumi. Demikianlah sirkulasi siang dan malam yang terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi kulminasi panas yang menghanguskan. Hari-hari ini disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam mengembangkan kalendernya yang berbasis pada peredaran bulan. Perkalenderan ini rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender yang berbasis pada peredaran matahari. Sehingga bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Dalam kontek ini, kaum muslimin lebih memahami panasnya Ramadhan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari bulan Ramadhan kaum muslimin berpuasa, sehingga tenggorokan mereka terasa panas akibat kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar bak api yang membakar kayu kering.
Memahami Kesempatan
Kita tidak akan mengetahui apakah Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang terakhir yang akan kita lewati. Kita akan merasa sangat rugi jika masih menganggap Ramadhan tahun depan akan datang lagi.
Manusia tidak bisa terlepas dari dimensi ruang dan waktu. Sehingga suatu ketika kita akan lenyap ditelan oleh waktu, tertolak oleh ruang dan tidak akan menemukan lagi parade pahala di bulan yang suci, Ramadhan.
Mungkin kita masih ingat, ketika masa-masa kita di SD atau SMP. Setiap pagi kita berpamitan dan minta izin kepada orang tua untuk pergi ke sekolah. Hari-hari itu, orang tua kita mungkin merasa sangat biasa. Karena enam atau tujuh jam lagi mereka yakin akan bertemu dengan kita, anaknya.
Studi kasus ini akan sangat berbeda dengan fenomena dan kondisi atmosfer ketika kita menginjakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta. Orang tua kita pastinya dalam hati kecilnya berbisik, "Apakah diriku akan bertemu lagi dengan anakku?". Sehingga tak sedikit dari mereka yang tak tahankan diri. Air mata keharuan pun keluar tanpa menghiraukan rasa malu. Demi anak tercinta yang pergi dan tak tahu secara pasti kapan kembalinya.
Demikian juga dengan bulan Ramadhan. Bulan yang begitu berharga dengan sekian keistimewaan di dalamnya. Sebagai mana Sabda Rosul dalam mesdiskripsikan bulan ini; “...Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama…” al-Hadist.
Sehingga, Allah SWT memilih bulan ini sebagai waktu diwajibkannya untuk berpuasa. Puasa memiliki nilai tersendiri dalam kaca mata agama. Sebagai mana pesan Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, "Rosullulloh SAW bersabda; Allah SWT berfirman setiap amal perbuatan anak Adam adalah untuk mereka sendiri kecuali puasa. Karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang berhak membalasnya".
Dari paparan di atas kita bisa menarik benang merah bahwa; alangkah istimewa dan begitu besar nilai dari bulan Ramadhan. Sehingga kita harus memanfaatkan momentum itu, karena kita tidak tahu apakah tahun depan kita akan berjumpa dengan bulan itu lagi?
Upward Self-Development
Yang terpenting dalam meniti bulan Ramadhan adalah kesadaran terhadap sikap dan perbuatan kita. Dalam sebuah Hadist riwayat Imam Ahmad dan an-Nasa'i; "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para syetan diikat; juga terdapat dalam bulan itu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa."
Pesan implisit Hadist di atas adalah, mengisaratkan kepada semua kaum muslimin tentang bentuk kebaikan di dalam bulan Ramadhan. Jika kita lalai dan terbuai serta melewatkan bulan ini dengan begitu saja maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa.
Kesungguhan kita dalam meniti bulan ini harusnya benar-benar maksimal. Dalam sebuah riwayat, ketika para sahabat mendengarkan petuah dari Rosulullah SAW; Mereka gemetar, tubuh mereka serasa dingin... seakan-akan petuah itu adalah petuah yang terakhir dari Rosulullah SAW.
Analog di atas bisa kita tarik sebagai pembelajaran dalam menui bulan Ramadhan. Apakah kita pernah berfikir kalau Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir yang akan kita lewati? Terasa sangat rugi jika kita melewatinya tanpa kerja keras untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya.
Dalam sebuah Hadist riwayat Imam Bukhori dan Muslim berkata, "Rosulullah SAW bersabda; Barang siapa yang beribadah (pada waktu malam) bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni".
Dari Hadist ini kita bisa menarik konklusi; betapa pintu ampunan Tuhan dibuka seluas-luasnya kepada kita. Sehingga merupakan kerugian yang sangat luar biasa jika kita melewatkan malam-malam bulan Ramadhan ini dengan sia-sia.
Sekarang yang perlu diperhatikan adalah sikap kita dalam menuai dan melewati bulan Ramadhan. Ada dua poin terpenting yang menjadikan perjalanan Ramadhan kita menjadi sebuah prestasi taqwa. Pertama, dari sisi ideologis dan yang kedua adalah dalam tataran prakis.
Dari sisi ideologis tentunya, kita dalam beribadah hendaknya bersifat integral tidak sepotong-potong. Pandangan seperti ini hendaknya juga untuk ibadah puasa, dalam membaca al-Qur'an, dalam qiyamul lail, i'tikaf di sepuluh akhir Ramadhan, memperbanyak sedekah, melakukan ibadah umrah dan lain sebagainya.
Dalam bulan Ramadhan amalan sunah mempunyai nilai seperti amalan wajib. Sedangkan amalan wajib jauh mempunyai nilai yang sangat tinggi, yaitu setiap masing-masing dari amalan wajib sama dengan tujuh puluh kali kebajikan. Ibadah Umra yang dilakukan pada bulan suci dianggap seperti ibadah Haji dalam hal nilaimya menurut pandangan agama. Hal tersebut dikarenakan kemulyaan bulan Ramadhan yang begitu dahsyat.
Sehingga kesungguhan kita dalam mengisi bulan-bulan Ramadhan hendaknya komprehensif, siklikat dan menyeluruh. Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Perbuatan fisik maupun non fisik ketika dalam beribadah hendaknya melarutkan jiwa kita, karena kecintaan dan rasa takut kita terhadap Allah SWT".
Pandangan Ibnu Taimiyah ini mengajak kita untuk senantiasa melibatkan semua indra dalam menuai bulan Ramadhan, yaitu dengan amalan-amalan terbaik yang bisa kita lakukan. Jangan jadikan puasa hanya sebagai ritual menahan lapar dan dahaga saja. Sementara nafsu masih terus menghegemoni sanubari kita untuk terus mendekati bahkan melakukan perbuatan dusta dan tercela.
Pendapat seirama juga pernah dikatakan oleh Ayatullah Naraqi (alm). Beliau pernah mengatakan bahwa ibadah zahir (hanya ritual belaka) tanpa diikuti usaha mensucikan jiwa atau tanpa upaya merenungi diri sendiri untuk menilai keburukan/kesalahan diri, adalah ibadah yang tidak sempurna. Allah SWT berfirman, “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.” Al-Qiyamah: 14.
Kita harus mampu mengekang hawa nafsu penyebab dari perbuatan keji dan munkar, bukannya dalam salah satu Hadist menjelaskan, "pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para syetan diikat". Para sarjana Islam berbeda pendapat dalam meninterpestasikan maksud kandungan Hadist ini. Ada yang menafsirinya dengan leterleg (harfiyah) ada juga yang menarik titik fokus Hadist ini dengan pandangan lain.
Adapun pendapat yang menjelaskan tentang Hadist ini dengan inteprestasi metaphoric adalah sebagai mana yang dijelaskan oleh al-Qadhi Iyadh RA. Beliau berpendapat; maksud dari 'pintu-pintu surga dibuka' adalah ungkapan bentuk ketaatan yang dibuka Allah untuk hamba-hamba-Nya. Demikian itu merupakan sebab-sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Sedangkan yang dimaksud dengan 'pintu-pintu neraka ditutup' adalah ungkapan akan dipalingkannya keinginan untuk mengerjakan kemaksiatan yang menjerumuskan ke dalam neraka. Adapun kalimat 'syetan dibelenggu' merupakan ungkapan ketidakmampuan mereka untuk membuat tipu daya dalam menghiasi syahwat manusia”.
Di samping itu pandangan al-Qurthubi mengatakan: ”...kemaksiatan itu disebabkan oleh sejumlah faktor selain syetan; seperti jiwa yang buruk, kebiasaan tidak baik dan syetan dari jenis manusia.”
Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa; kesungguhan kita untuk melakukan perintah-perintah Allah adalah sangat dominan. Maka dari itu, meskipun di bulan Ramadhan kita masih melihat di sana-sini perbuatan maksiat. Mungkin kemaksiatan tersebut diakibatkan oleh jiwa yang buruk, kebiasaan tidak baik atau faktor internal lainnya.
Poin penting yang kedua adalah pada tataran praktis. Untuk mencapai prestasi taqwa yang siklikat tentunya kita harus memperhatikan amalan-amalan kita, termasuk dalam bulan Ramadhan. Bagaimana dengan puasa kita, qiyamul lail, qira'atul Qur'an, sedekah, serta amalan baik lainnya yang harus kita perhatikan dengan serius dengan harapan target maksimal akan tercapai, prestasi taqwa.
Dua poin di atas sering kita lupakan sehingga ketika bulan Ramadhan berlalu rasanya tidak ada atsar yang tetap melekat. Spiritual kita pun tidak pernah mengalami kedewasaan akibat metamorfosis yang tidak sempurna. Mari..! kita berbenah diri, rubah worldview (pandangan hidup) kita untuk menuai Ramadhan yang mulia.
Merge Charge
Seiring dengan perjalanan waktu, biasanya semangat kita juga terkikis, sehingga suplay semangat ini harusnya terus kita isi dengan suplemen-suplemen baru. Bisa dengan memilih hari untuk liburan, mendatangi kajian-kajian, petuah-petuah agama, curhat sama temen dan lain sebagainya. Kita akan kesusahan untuk memperoleh prestasi taqwa dalam bulan Ramadhan jika semangat kita labil. Menurut Napoleon Hill, "Orang sukses adalah orang yang mahu bekerja lebih banyak dari pada yang seharusnya ia kerjakan".
Pernyataan ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa ketika kita menginginkan sebuah kesuksesan 'prestasi taqwa' kita harus terus berusaha sebanyak-banyaknya di atas yang seharusnya kita kerjakan.
Ketika kita sedang mengalami penurunan semangat dalam menuai bulan Ramadhan, itu adalah wajar-wajar saja. Cuman yang menjadi perbedaan adalah bagai mana kita menyikapinya. Hanya langkah cerdas yang bisa keluar dari masalah seperti ini.
Semangat kita ibarat baterai yang membutuhkan merge charge ketika sedang mengalami titik jenuh yang sangat membosankan. Semakin sering kita menggunakan pikiran dan raga untuk terus beraktifitas tentunya dalam titik tertentu kita akan mengalami kejenuhan dan kebosanan.
Oleh karena itu, jangan biarkan bulan Ramadhan berlalu begitu saja karena kondisi kita sedang mengalami dekadensi spirit. Ciptakan suplemen-suplemen tangguh untuk terus megisi ulang kemampuan ketahanan kita baik yang berkaitan dengan pikiran maupun tenaga.
Bulan Ramadhan hanya sekerlap saja. Sehingga ketika kita tidak mampu mengoptimalkan dengan dalih kepenatan atau penurunan semangat; merupakan kerugian yang sangat luar biasa. Cari solusi cerdas untuk memberi jawaban tercepet demi exsisitensi semangat anda. Tentunya dengan harapan menuai kesuksesan dan prestasi taqwa kita di bulan yang penuh dengan anugrah ini, Ramadhan. []
Nur Fadlan
(Koordinator Departeman Pendidikan KSW)
Flash Back Tentang Ramadhan
Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an, bulan penuh dengan ampunan, bulan di mana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syetan-syetan dibelenggu, bulan di mana malaikat memohon ampunan kepada Allah untuk orang yang berpuasa, bulan di mana Perang Badar dimenangkan oleh kaum muslimin, bulan di mana berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan serta Ramadlan adalah bulan ketika Kota Mekah dibebaskan (Fatĥu Makkah).
Ramadhan berasal dari akar kata رم ض yang berarti panas yang menyengat atau kekeringan. Dalam buku Essentials of Ramadan, The Fasting Month menjelaskan bahwa; Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat dominan di Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar. Perkalenderan sistem ini menggunakan metode penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus.
Dalam perhitungan metode ini, bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga menjelang petang batu-batuan, gunung dan gurun pasir terpanggang oleh sengatan matahari musim panas. Siang hari musim ini lebih panjang dari pada malam harinya. Di malam hari, panas bebatuan dan pasir sedikir mereda, tapi sebelum benar-benar dingin sudah berjumpa lagi dengan pagi hari yang senantiasa menyambut bumi. Demikianlah sirkulasi siang dan malam yang terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi kulminasi panas yang menghanguskan. Hari-hari ini disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam mengembangkan kalendernya yang berbasis pada peredaran bulan. Perkalenderan ini rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender yang berbasis pada peredaran matahari. Sehingga bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Dalam kontek ini, kaum muslimin lebih memahami panasnya Ramadhan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari bulan Ramadhan kaum muslimin berpuasa, sehingga tenggorokan mereka terasa panas akibat kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar bak api yang membakar kayu kering.
Memahami Kesempatan
Kita tidak akan mengetahui apakah Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang terakhir yang akan kita lewati. Kita akan merasa sangat rugi jika masih menganggap Ramadhan tahun depan akan datang lagi.
Manusia tidak bisa terlepas dari dimensi ruang dan waktu. Sehingga suatu ketika kita akan lenyap ditelan oleh waktu, tertolak oleh ruang dan tidak akan menemukan lagi parade pahala di bulan yang suci, Ramadhan.
Mungkin kita masih ingat, ketika masa-masa kita di SD atau SMP. Setiap pagi kita berpamitan dan minta izin kepada orang tua untuk pergi ke sekolah. Hari-hari itu, orang tua kita mungkin merasa sangat biasa. Karena enam atau tujuh jam lagi mereka yakin akan bertemu dengan kita, anaknya.
Studi kasus ini akan sangat berbeda dengan fenomena dan kondisi atmosfer ketika kita menginjakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta. Orang tua kita pastinya dalam hati kecilnya berbisik, "Apakah diriku akan bertemu lagi dengan anakku?". Sehingga tak sedikit dari mereka yang tak tahankan diri. Air mata keharuan pun keluar tanpa menghiraukan rasa malu. Demi anak tercinta yang pergi dan tak tahu secara pasti kapan kembalinya.
Demikian juga dengan bulan Ramadhan. Bulan yang begitu berharga dengan sekian keistimewaan di dalamnya. Sebagai mana Sabda Rosul dalam mesdiskripsikan bulan ini; “...Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama…” al-Hadist.
Sehingga, Allah SWT memilih bulan ini sebagai waktu diwajibkannya untuk berpuasa. Puasa memiliki nilai tersendiri dalam kaca mata agama. Sebagai mana pesan Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, "Rosullulloh SAW bersabda; Allah SWT berfirman setiap amal perbuatan anak Adam adalah untuk mereka sendiri kecuali puasa. Karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang berhak membalasnya".
Dari paparan di atas kita bisa menarik benang merah bahwa; alangkah istimewa dan begitu besar nilai dari bulan Ramadhan. Sehingga kita harus memanfaatkan momentum itu, karena kita tidak tahu apakah tahun depan kita akan berjumpa dengan bulan itu lagi?
Upward Self-Development
Yang terpenting dalam meniti bulan Ramadhan adalah kesadaran terhadap sikap dan perbuatan kita. Dalam sebuah Hadist riwayat Imam Ahmad dan an-Nasa'i; "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para syetan diikat; juga terdapat dalam bulan itu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa."
Pesan implisit Hadist di atas adalah, mengisaratkan kepada semua kaum muslimin tentang bentuk kebaikan di dalam bulan Ramadhan. Jika kita lalai dan terbuai serta melewatkan bulan ini dengan begitu saja maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa.
Kesungguhan kita dalam meniti bulan ini harusnya benar-benar maksimal. Dalam sebuah riwayat, ketika para sahabat mendengarkan petuah dari Rosulullah SAW; Mereka gemetar, tubuh mereka serasa dingin... seakan-akan petuah itu adalah petuah yang terakhir dari Rosulullah SAW.
Analog di atas bisa kita tarik sebagai pembelajaran dalam menui bulan Ramadhan. Apakah kita pernah berfikir kalau Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir yang akan kita lewati? Terasa sangat rugi jika kita melewatinya tanpa kerja keras untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya.
Dalam sebuah Hadist riwayat Imam Bukhori dan Muslim berkata, "Rosulullah SAW bersabda; Barang siapa yang beribadah (pada waktu malam) bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni".
Dari Hadist ini kita bisa menarik konklusi; betapa pintu ampunan Tuhan dibuka seluas-luasnya kepada kita. Sehingga merupakan kerugian yang sangat luar biasa jika kita melewatkan malam-malam bulan Ramadhan ini dengan sia-sia.
Sekarang yang perlu diperhatikan adalah sikap kita dalam menuai dan melewati bulan Ramadhan. Ada dua poin terpenting yang menjadikan perjalanan Ramadhan kita menjadi sebuah prestasi taqwa. Pertama, dari sisi ideologis dan yang kedua adalah dalam tataran prakis.
Dari sisi ideologis tentunya, kita dalam beribadah hendaknya bersifat integral tidak sepotong-potong. Pandangan seperti ini hendaknya juga untuk ibadah puasa, dalam membaca al-Qur'an, dalam qiyamul lail, i'tikaf di sepuluh akhir Ramadhan, memperbanyak sedekah, melakukan ibadah umrah dan lain sebagainya.
Dalam bulan Ramadhan amalan sunah mempunyai nilai seperti amalan wajib. Sedangkan amalan wajib jauh mempunyai nilai yang sangat tinggi, yaitu setiap masing-masing dari amalan wajib sama dengan tujuh puluh kali kebajikan. Ibadah Umra yang dilakukan pada bulan suci dianggap seperti ibadah Haji dalam hal nilaimya menurut pandangan agama. Hal tersebut dikarenakan kemulyaan bulan Ramadhan yang begitu dahsyat.
Sehingga kesungguhan kita dalam mengisi bulan-bulan Ramadhan hendaknya komprehensif, siklikat dan menyeluruh. Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Perbuatan fisik maupun non fisik ketika dalam beribadah hendaknya melarutkan jiwa kita, karena kecintaan dan rasa takut kita terhadap Allah SWT".
Pandangan Ibnu Taimiyah ini mengajak kita untuk senantiasa melibatkan semua indra dalam menuai bulan Ramadhan, yaitu dengan amalan-amalan terbaik yang bisa kita lakukan. Jangan jadikan puasa hanya sebagai ritual menahan lapar dan dahaga saja. Sementara nafsu masih terus menghegemoni sanubari kita untuk terus mendekati bahkan melakukan perbuatan dusta dan tercela.
Pendapat seirama juga pernah dikatakan oleh Ayatullah Naraqi (alm). Beliau pernah mengatakan bahwa ibadah zahir (hanya ritual belaka) tanpa diikuti usaha mensucikan jiwa atau tanpa upaya merenungi diri sendiri untuk menilai keburukan/kesalahan diri, adalah ibadah yang tidak sempurna. Allah SWT berfirman, “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.” Al-Qiyamah: 14.
Kita harus mampu mengekang hawa nafsu penyebab dari perbuatan keji dan munkar, bukannya dalam salah satu Hadist menjelaskan, "pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para syetan diikat". Para sarjana Islam berbeda pendapat dalam meninterpestasikan maksud kandungan Hadist ini. Ada yang menafsirinya dengan leterleg (harfiyah) ada juga yang menarik titik fokus Hadist ini dengan pandangan lain.
Adapun pendapat yang menjelaskan tentang Hadist ini dengan inteprestasi metaphoric adalah sebagai mana yang dijelaskan oleh al-Qadhi Iyadh RA. Beliau berpendapat; maksud dari 'pintu-pintu surga dibuka' adalah ungkapan bentuk ketaatan yang dibuka Allah untuk hamba-hamba-Nya. Demikian itu merupakan sebab-sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Sedangkan yang dimaksud dengan 'pintu-pintu neraka ditutup' adalah ungkapan akan dipalingkannya keinginan untuk mengerjakan kemaksiatan yang menjerumuskan ke dalam neraka. Adapun kalimat 'syetan dibelenggu' merupakan ungkapan ketidakmampuan mereka untuk membuat tipu daya dalam menghiasi syahwat manusia”.
Di samping itu pandangan al-Qurthubi mengatakan: ”...kemaksiatan itu disebabkan oleh sejumlah faktor selain syetan; seperti jiwa yang buruk, kebiasaan tidak baik dan syetan dari jenis manusia.”
Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa; kesungguhan kita untuk melakukan perintah-perintah Allah adalah sangat dominan. Maka dari itu, meskipun di bulan Ramadhan kita masih melihat di sana-sini perbuatan maksiat. Mungkin kemaksiatan tersebut diakibatkan oleh jiwa yang buruk, kebiasaan tidak baik atau faktor internal lainnya.
Poin penting yang kedua adalah pada tataran praktis. Untuk mencapai prestasi taqwa yang siklikat tentunya kita harus memperhatikan amalan-amalan kita, termasuk dalam bulan Ramadhan. Bagaimana dengan puasa kita, qiyamul lail, qira'atul Qur'an, sedekah, serta amalan baik lainnya yang harus kita perhatikan dengan serius dengan harapan target maksimal akan tercapai, prestasi taqwa.
Dua poin di atas sering kita lupakan sehingga ketika bulan Ramadhan berlalu rasanya tidak ada atsar yang tetap melekat. Spiritual kita pun tidak pernah mengalami kedewasaan akibat metamorfosis yang tidak sempurna. Mari..! kita berbenah diri, rubah worldview (pandangan hidup) kita untuk menuai Ramadhan yang mulia.
Merge Charge
Seiring dengan perjalanan waktu, biasanya semangat kita juga terkikis, sehingga suplay semangat ini harusnya terus kita isi dengan suplemen-suplemen baru. Bisa dengan memilih hari untuk liburan, mendatangi kajian-kajian, petuah-petuah agama, curhat sama temen dan lain sebagainya. Kita akan kesusahan untuk memperoleh prestasi taqwa dalam bulan Ramadhan jika semangat kita labil. Menurut Napoleon Hill, "Orang sukses adalah orang yang mahu bekerja lebih banyak dari pada yang seharusnya ia kerjakan".
Pernyataan ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa ketika kita menginginkan sebuah kesuksesan 'prestasi taqwa' kita harus terus berusaha sebanyak-banyaknya di atas yang seharusnya kita kerjakan.
Ketika kita sedang mengalami penurunan semangat dalam menuai bulan Ramadhan, itu adalah wajar-wajar saja. Cuman yang menjadi perbedaan adalah bagai mana kita menyikapinya. Hanya langkah cerdas yang bisa keluar dari masalah seperti ini.
Semangat kita ibarat baterai yang membutuhkan merge charge ketika sedang mengalami titik jenuh yang sangat membosankan. Semakin sering kita menggunakan pikiran dan raga untuk terus beraktifitas tentunya dalam titik tertentu kita akan mengalami kejenuhan dan kebosanan.
Oleh karena itu, jangan biarkan bulan Ramadhan berlalu begitu saja karena kondisi kita sedang mengalami dekadensi spirit. Ciptakan suplemen-suplemen tangguh untuk terus megisi ulang kemampuan ketahanan kita baik yang berkaitan dengan pikiran maupun tenaga.
Bulan Ramadhan hanya sekerlap saja. Sehingga ketika kita tidak mampu mengoptimalkan dengan dalih kepenatan atau penurunan semangat; merupakan kerugian yang sangat luar biasa. Cari solusi cerdas untuk memberi jawaban tercepet demi exsisitensi semangat anda. Tentunya dengan harapan menuai kesuksesan dan prestasi taqwa kita di bulan yang penuh dengan anugrah ini, Ramadhan. []
0 komentar:
Posting Komentar