Welcome to Nur Fadlan Blog

Kamis, 10 Maret 2011

Fundamentalisme; Akar Radikalisme-Terorisme



(Tinjauan Kritis atas Gerakan Jama’ah Islamiyah dan Jaringan Fundamentalis Global)

-Nur Fadlan-
Koordinator Kajian Politik Middle East Rumah Budaya AKAR

“Manusia adalah bagian dari alam semesta, sehingga manusia bertanggung jawab untuk menjaganya, Ecology, Community and Lifestyle”
-Arne Naes-


I. Prolog

Geneologi fundamentalisme di antaranya karena tidak dijalankannya prinsip-prinsip pemerintahan dan politik yang demokratis. Demokrasi secara pelan-pelan dapat menjadi filter adanya pemikiran fundamentalisme yang akan berujung pada radikalisme. Akhir-akhir ini beberapa negara Islam dikuasai oleh sistem dan elit politik sekuler, dan disinilah lahirnya skat antara elit politik skala nasional dan kaum fundamental yang cenderung tidak menerima asas demokrasi. Selain itu juga terjadi konflik peradaban, Barat dalam hal ini mendominasi dunia di berbagai sektor baik sektor budaya, politik dan ekonomi. Oleh peradaban Barat akhirnya peradaban yang lain dipandang sebagai peradaban marginal sehingga kebangkitan Islam dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi peradaban Barat, terutama sesudah hancurnya peradaban Komunis. Tidak hanya itu, standar ganda oleh negara-negara Barat terhadap problematika politik Middle East serta beberapa praktik demokratisasi di dunia Islam, menjadi sebab-sebab semakin mengerasnya kelompok fundamentalisme yang tidak lain akhirnya akan melakukan gerakan anarkis-teroris.

Kelompok fundamentalis sangat beragam, dalam hal ini penulis hanya akan mengilustrasikan kelompok fundamentalis dunia secara umum dan akan lebih menekankan pada salah satu kelompok fundamentalis yang sering kita sebut dengan Jama'ah Islamiyah serta beberapa keterkaitannya dengan kelompok fundamentalis yang ada di berbagai belahan dunia.

II. Sketsa Gerakan Kaum Fundamentalis

Gerakan fundamentalis pada gilirannya semakin tertata dengan sangat apik dan memiliki tujuan-tujuan yang semakin terarah. Mengenai tujuan-tujuan kelompok fundamentalis secara umum adalah sebagai berikut: kelompok ini senantiasa mengklaim untuk mengembalikan kesempurnaan Islam, sepertihalnya yang dipraktikkan oleh baginda Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Mereka mengklaim kelompoknya sebagai pengikut al-Salaf al-Salih; Membangun masyarakat utopia yang didasarkan pada prinsip-prinsip fundamentalisme ini, dengan memaksakan interpretasi mereka atas hukum Islam kepada semua anggota masyarakat; Mengenyahkan varian-varian Islam lokal atas nama kesejatian dan kemurnian; Mengubah Islam dari sebuah keyakinan personal menjadi sistem politik yang otoritarian; Menegakkan kekhalifahan Islam yang diperintah sesuai dengan dasar Islam fundamentalisme yang kaku, dan bercita-cita menyebarkan faham fundamentalis yang membentang dari Maroko hingga Indonesia; Serta membawa seluruh dunia di bawah kekuasaan ideologi fundamentalisme.

Logika strategi kelompok fundamentalis sangat sederhana tapi memiliki peluang besar untuk melakukan aksi. Kelompok fundamentalis dengan cepat membusanai dirinya dalam jubah Islam dan menyatakan lawan-lawannya sebagai kafir, atau menyembah berhala, dan dengan demikian melapangkan jalan untuk membantai non-muslim maupun muslim non-fundamentalis. Konsep Teologi yang mereka jadikan pijakan adalah pembacaan al-Qur'an dan al-Sunnah yang bersifat simplistik, literal, dan sangat selektif, serta senantiasa menjebak komunitas Muslim di seluruh dunia ke dalam batas-batas pemahaman ideologis mereka yang dangkal. Secara alamiah ekspansionis, kebanyakan kelompok fundamentalis terus-menerus menyelidiki kelemahan dan peluang untuk menyerang, kapan pun dan di mana pun demi meraih tujuan-tujuan otoritarian mereka yang terkesan memaksa.

Kelompok fundamentalis yang menyerang New York, Jakarta, Istanbul, Baghdad, London dan Madrid hanyalah secuil dari gerombolan fundamentalis, baris depan dari mereka adalah mereka yang memiliki pandangan-pandangan radikal dengan tujuan akhir pengrusakan. Kekuatan-kekuatan yang harus diwaspadai dari gerakan fundamentalis seluruh dunia dan hal-hal yang mungkin untuk dilakukan termasuk: 1) Sebuah program agresif dengan tujuan ideologis dan politis yang jelas; 2) Dana luar biasa dari para pendukung kelompok fundamentalis yang kaya-minyak; 3) Kemampuan menyebarkan dana di daerah-daerah miskin untuk membeli kesetiaan dan kekuasaan; 4) Sebuah klaim pada dan aura otentisitas religius dan prestise Arab; 5) Seruan pada identitas, kebanggaan, dan sejarah Islam; 6) Kemampuan untuk berbaur dengan massa tradisional yang jauh lebih besar dan mengaburkan perbedaan antara Islam moderat dan ekstremisme religius; 7) Komitmen full-time oleh para agen/pimpinannya; 8) Jaringan sekolah Islam yang menyebarkan ekstremisme; 9) Absennya oposisi yang terorganisasi di dunia Islam; 10) Sebuah jaringan imam fundamentalis global yang membimbing jamaahnya pada fundamentalisme; 11) Mesin yang yang bekerja untuk menerjemahkan, menerbitkan dan membagikan propaganda paham fundamentalisme dan membiakkan ideologinya di seluruh dunia; 12) Beasiswa bagi penduduk pribumi untuk belajar di Arab Saudi atau lainnya dan pulang dengan gelar-gelar dan indoktrinasi, untuk bekerja sebagai para pemimpin masa depan; 13) Kemampuan untuk melintasi batas-natas negara dan kultur atas nama agama; 14) Komunikasi internet; dan 15) Keengganan banyak pemerintah nasional untuk memeriksa atau mengontrol semua proses ini.

Identifikasi dari beberapa tesis di atas dapat kita bandingkan dengan salah satu kelompok fundamentalis, yang diantraanya adalah Jama’ah Islamiyah (JI). Dapat dilihat dalam memahami fenomena fundamentalisme Jama’ah Islamiyah adalah dengan memposisikannya sebagai bagian dari gerakan sosial (social movement). Fokus konsep ini bertitik tolak dari paradigma gerakan sosial lama (old social movement paradigm) yang tidak menyertakan agama sebagai satu-satunya faktor pendorong konflik, melainkan juga class sebagai faktor utama munculnya gerakan sosial. Cara pemahaman seperti inilah yang kemudian disebut dengan class intepretation.

Selain dengan class intepretation untuk melihat gerakan fundamentalisme JI dapat juga dilihat dengan teori perlawanan (oppositionalism) atau teori perjuangan (fight) yang melihat fundamentalisme dari lima ciri perlawanan. Pertama, fight back; perlawanan dilakukan terhadap kelompok yang mengancam keberadaan atau identitas yang menjadi taruhan hidupnya. Kedua, fight for; berjuang untuk menegakkan cita-cita yang mencakup persoalan hidup secara umum, seperti keluarga dan istitusi lainnya. Ketiga, fight with; berjuang dengan kerangka nilai atau identitas tertentu yang diambil dari warisan masa lalu maupun konstruksi baru. Keempat, fight against; berjuang melawan musuh-musuh tertentu yang muncul dalam bentuk komunitas atau tata sosial keagamaan yang dipandang menyimpang. Kelima, fight under; berjuang atas nama tuhan atau ide-ide yang lain.

III. Pola Rekrutmen dan Pergerakan Fundamentalis

Fundamentalisme sering didahului dengan doktrin dengan mengetengahkan sejarah kelam yang diharapkan dapat menancapkan idealisme fundamentalis yang kental. Misalnya, dalam proses perekrutan senantiasa didahului diskusi sejarah-traumatik, seperti soal Maluku dan Poso. Sudah menjadi keharusan, diskusi-diskusi dalam penancapan fundamentalis disertai tayangan video tentang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi atas muslim-konflik. Tayangan-tayangan tersebut tidak hanya memberi arti yang kongkrit terhadap konsep jihad, yang merupakan unsur kunci dalam ideologi Fundamentalis, namun juga merupakan pembelajaran tercepat yang dapat diperoleh bagi orang-orang yang direkrut untuk menimba pengalaman praktis dalam berperang.
Tipologi pergerakan kelompok Fundamentalis seperti yang diyakini kelompok JI adalah radikal. Radikal cenderung melakukan pengrusakan beberapa tempat dan kelompok yang beda dengan tujuan dan keyakinan kelompok ini. Oleh kareanya sering dalam melakukan pengrusakan sehingga kelompok fundamentalis-radikalis disebut sebagai teroris. Menurut Hoffman, pola gerakan kelompok terorisme masa depan memiliki kecenderungan yang lebih bahaya, yaitu menggunakan sistem senjata pemusnah masal (WMD: weapon of mass destruction) dan senjata nuklir (SNM: strategic nuclear material ). Kebanyakan terorisme juga menggunakan perencanaan serangan yang hati-hati, dengan penuh pertimbangan, dan tindakan teroris secara rinci dirancang untuk mengkomunikasikan suatu pesan.

Meskipun kelompok fundamentalis (dalam hal ini JI) belum pada tingkatan sebagaimana gambaran tersebut, aksi bom malam natal dengan tingkat profesionalisme yang lebih kecil dibandingka aksi bom Bali, hal ini tentunya menjadi cetak biru tentang peristiwa bom malam Natal pada Desember 2000, sehingga penting untuk dikaji sebagai contoh tentang luasnya aksi jangkauan jaringan JI. Polisi juga menyimpulkan bahwa motivasinya adalah untuk menimbulkan teror diantara umat Kristen. Meskipun demikian, dalam penyelidikan yang dilakukan jurnalis dari majalah mingguan TEMPO, diisyaratkan bahwa motivasinya adalah membalas umat Kristen atas pembunuhan terhadap umat Muslim. Keduanya ada benarnya, akan tetapi pada saat itu tidak terbersit dalam logika sehat, kaitan antara peledakan bom malam Natal dengan Jama’ah Islamiyah atau jaringan disekitar Pondok Ngruki.

Kelompok Fundamentalis beroperasi dengan menggunakan sistem struktur organisasi yang khusus. Para mastermind (dalam hal ini JI) utamanya adalah pengikut setia almarhum Abdullah Sungkar. Kebanyakan dari mereka adalah warganegara Indonesia yang menetap di Malaysia, serta para veteran perang Afganistan dan alumni latihan militer di Afganistan pasca Soviet jatuh. Kelompok berikutnya adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang sama. Mereka ditugaskan jadi koordinator di lapangan, dan bertanggungjawab atas pengiriman uang dan bahan peledak, serta merekrut orang-orang setempat untuk dibawahinya selaku pemimpin tim dari para operator lapangan. Kemudian kelompok yang terakhir adalah orang-orang yang mengendarai mobil, mengintai sasaran, menempatkan bom. Merekalah yang paling sering menghadapi bahaya penangkapan, cidera fisik, atau kematian. Pada umumnya mereka dipilih beberapa saat sebelum serangan dilakukan. Kebanyakan orang-orang ini adalah pemuda dari pesantren atau madrasah. Sekolah-sekolah yang menyediakan orang tersebut seringkali dipimpin oleh guru agama yang terkait gerakan Darul Islam tahun 1950an, atau dengan Pondok Ngruki.

IV. Relasi Global JI, Sebagai Salah Satu dari kelompok Fundamentalis

Ada diferemsiasi antara Jama’ati Islam dan Jama’ah Islamiyah. Adapun Jama’ati Islami didirikan oleh Abul A’la Al-Maududi pada tahun 1940 sekaligus ia dipilih sebagai ketuanya hingga tahun 1972. Pada tahun 1947 , waktu dua negara anak benua India itu didirikan-Pakistan dan India-Jama’at juga terbagi dua Jama’at Islam India dan Jama’at Islam Pakistan, ia memusatkan perhatiannya untuk mendirikan suatu negara Islam dan masyarakat Islam yang sebenarnya dinegeri itu. Memulai profesinya dengan menjadi jurnalis, editor surat kabar Taj, pimred surat kabar Muslim (1921-1923), kemudian Aljam’iyat (1925-1928) dua surat kabar yang diterbitkan oleh jam’iyat-I ulama-I Hind, organisasi ulama-ulama muslim.

Sedangkan Jama’ah Islamiyah (JI) adalah organisasi yang dibentuk oleh Abdullah Sungkar di Malaysia pada 1994 atau 1995, tidak untuk dirancukan dengan istilah umum Jama’ah Islamiyah yang artinya hanya “komunitas Islami”. Perkumpulan ini secara resmi dimasukkan dalam daftar organisasi teroris di PBB pada 23 Oktober 2002. Menurut Mustofa Alsayyid, disinilah nampak sisi pandang yang berbeda tentang definisi terorisme yang dipahami oleh barat (AS) dan orang Islam. Orang arab (Islam), sudah mempelajari bahwa terorisme itu tidak bisa dikalahkan dengan bersandar pada kekuatan militer. Konversi, pemaksaan dari bangsa lain adalah asing bagi Islam. Bahkan perkembangan dukungan masa depan terhadap perlawanan terorisme itu sendiri akan menjadi sulit. Sementara Barat memiliki arti sendiri yang berbeda dengan arti worldview Islam.
Kemudian tentang Abdullah Sungkar, beliau terlibat dalam pendiriaan Pondok Ngruki (Pesantren al-Mukmin) di pinggiran Solo, Jawa tengah dan Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor, Malaysia. Beliau lahir pada tahun 1937 dalam keluarga ternama, yaitu pedagang batik keturunan Yaman di Solo. Pernah ditahan sesaat tahun 1977 karena mendorong golput, kemudian ditangkap bersamaa Abu Bakar Ba’asyir pada 1978 atas tuduhan subversi karena diduga terlibat Komando Jihad/Darul Islam. Kemudian melarikan diri ke Malaysia pada tahun 1985 dan mendirikan JI disana.

Beberapa studi kasus perihal aksi radikalisme sebagai mana berikut; Serangan tanggal 12 Oktober 2002 di Bali yang menewaskan hampir 200 orang merupakan rangkaian peristiwa peledakan bom di Indonesia dan Filipina yang paling dahsyat yang diduga dilakukan Jama’ah Islamiyah. JI, sebuah organisasi yang didirikan di Malaysia oleh warga Indonesia yang terkait al-Qaeda, kemudian JI memiliki jaringan pendukung diseluruh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina Selatan. JI juga diduga telah mengadakan kontak dengan organisasi Muslim di Thailand dan Burma. Tidak hanya sebatas itu, negara kaya minyak Brunei kemungkinan besar sudah dilirik sebagai sumber dukungan atau tempat pelarian. Laporan ini merupakan lanjutan dari laporan Intl Crisis Group (ICG) bulan Agustus 2002, yang mengkaji asal-usul sejarah dan intelektual dari orang-orang yang terkait JI dalam penyebaran dan aksi atas ideologi fundamentalisme.

Fakta atas jaringan JI yang semakin luas, maka pertemuan antara kecenderungan terorisme internasional dan domestik, menurut Bruce Hoffman merupakan alasan yang mendorong pertumbuhan teroris sangat variatif dan komplek. Disamping faktor secara umum adalah; termotifasi oleh bentuk perintah agama, meningkatnya kemampuan dan wewenang teroris itu sendiri ikut mendorong pada bentuk professional. Terorisme karena motivasi agama lebih besar kemungkinannya daripada motivasi etnis, nasionalisme, sparatisme ataupun idiologi. Implikasi motivasi seperti ini sebagaimana ditunjukkan oleh gerakan kaum syi’ah. Tentunya motif agama yang yang menjadi motif utama adalah karena salah dalam intepretasi teks.

Laporan ICG diatas, juga memusatkan pada gerakan Darul Islam di Indonesia pada tahun 1950an serta peran sentral dari sebuah pesantren di Solo, Jawa Tengah, bernama Pondok Ngruki, yang didirikan almarhum Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Bagaimana tepatnya struktur dan organisasi JI di Indonesia masih jadi hal yang belum jelas. Kemudian pada bulan-bulan berikutnya, banyak hal yang diterbitkan mengenai JI, sebagian besar berdasarkan sumber-sumber intelijen regional.

Pada Oktober 2002, Wakil Singapura di PBB, Kishore Mahbubani, secara resmi mengajukan permintaan kepada komite yang didirikan sesuai Resolusi Dewan Keamanan nomor 1267, untuk menempatkan Jama’ah Islamiyah pada daftar organisasi teroris yang terkait al-Qaeda. Menurut pemerintah Singapura, JI Merupakan organisasi teroris regional yang bekerja secara rahasia, dibentuk oleh warga Indonesia yaitu Abdullah Sungkar. Setelah kematiannya, kedudukan amir JI dipegang oleh seorang warga Indonesia pula, yaitu Abu Bakar Ba’asyir. JI bertujuan mendirikan negara Islam diseantero Asia Tenggara, dengan menggunakan cara-cara teroris dan revolusi. Organisasi JI terdiri dari empat distrik atau wilayah (mantiqi) yang masing-masing terdiri dari beberapa ranting (wakalah). JI Singapura merupakan jaringan tingkat wakalah dibawah mantiqi JI Malaysia yang pernah diketuai Hambali (alias Riduan Isamuddin) hingga paruh kedua tahun 2001. Kepemimpinan mantiqi Malaysia kemudian dialihkan setelah Hambali dicari oleh pihak berwajib Malaysia sehubungan dengan tindak kekerasan yang dilakukan Kumpulan Militan Malaysia (KMM). Selanjutnya kepemimpinan mantiqi Malaysia diambil alih oleh seorang ustaz bernama Mukhlas. Tambak dari pembagian territorial yang meskipun masih terkesan sederhana, akan tetapi sangat kentara sekali keseriusan untuk menuju pada profesoionalisme dalam penyebaran dan aksi fundamentalisme.

Tahun 1970, Abdullah Sungkar sudah mengisyaratkan perlunya organisasi baru yang dapat bekerja lebih efektif guna mencapai sebuah negara Islam, dan organisasi tersebut ia namakan Jama’ah Islamiyah. Unsur-unsur kuncinya adalah perekrutan, pendidikan, ketaatan, dan jihad. Namun terjadi perselisihan dan debat didalam gerakan Darul Islam (DI) mengenai siapa yang layak memimpin organisasi tersebut dan tempatnya didalam gerakan secara lebih umum. JI yang dibentuk di Malaysia mengikuti perselisihan di dalam kepemimpinan Darul Islam ketika Sungkar berpisah dengan seorang pemimpin DI yang berkedudukan di Indonesia bernama Ajengan Masduki. Tampaknya, organisasi JI yang baru, memiliki struktur jauh lebih rapat ketimbang yang lain dimana ia pernah terlibat di masa lalu.

Dalam hal ini, tentunya organisasi JI merupakan jelmaan sebuah hibrida ideologi. Tampak ada keterpengaruhan yang kuat dari kelompok Islam radikal di Mesir, dalam arti struktur organisasi, kerahasiaan, dan misi jihadnya. Gerakan Darul Islam pada yang didirikan tahun 1950 masih tetap menjadi ilham yang kuat, akan tetapi ada warna anti-Kristen yang menonjol pada ajaran-ajaran JI yang bukan ciri Darul Islam. Menurut orang-orang yang dekat dengan Abdullah Sungkar, hal itu akibat hubungan masa lalunya dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), yang oleh seorang ilmuwan disebut memiliki obsesi hampir paranoid, sehingga ada kekawatiran upaya-upaya misionaris Kristen sebagai ancaman terhadap Islam, serta orientasi yang semakin kuat kepada Timur Tengah, terutama Arab Saudi, yang merupakan salah satu pencetak kader fundamentalis .

Murid Abdullah Sungkar menyampaikan bahwa ia sering menganologikan perjuangan kaum Muslimin di Indonesia dengan perjuangan masa Sayyidina Rasul di Mekkah. Layaknya model da’wah Rasul, yang harus menganut strategi perjuangan diam-diam, karena upaya untuk berjuang secara terbuka penegakan sebuah negara Islam bakal ditumpas oleh musuh-musuh Islam. Ajaran Sungkar disebarkan tidak saja melalui JI tetapi juga pada pesantren yang turut didirikannya di Malaysia bernama Pondok Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor. Amrozi, pelaku pada kasus bom Bali, pernah menjadi siswa pada sekolah ini.

Berita acara terkait menyatakan bahwa Abu Bakar Ba’asyir berkata "pihak berwajib di Malaysia menuduh persantren tersebut memiliki orientasi Wahabi". Ketika Abdullah Sungkar wafat pada November 1999, tak lama setelah ia kembali ke Indonesia, Ba’asyir menggantikannya sebagai ketua JI. Akan tetapi banyak anak buah Sungkar yang direkrut di Indonesia, terutama kaum pemuda yang lebih militan, sangat tidak puas dengan peralihan kepemimpinan dari Abdullah Sungkar ke tangan Ba’asyir. Golongan muda tersebut termasuk diantaranya Riduan Isamuddin alias Hambali; Abdul Aziz alias Imam Samudra, yang ditangkap di Jawa Barat pada 21 November 2002; Ali Gufron alias Muchlas (kakak Amrozi, seorang pelaku kunci dalam kasus bom Bali, yang tertangkap pada 3 December); dan Abdullah Anshori, alias Abu Fatih. Mereka menganggap Ba’asyir terlalu lemah, terlalu bersikap akomodatif, serta terlalu mudah dipengaruhi orang lain. Menurut Magnus Rastorp, disininah terlihat betapa pentingnya peran dari pemimpin rohani dalam organisasi teroris Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh peran Syekh Umar Abdurrahman dari Mesir dalam fatwanya perihal pembantaian terhadap Anwar Sadat dan dalam memusui orang Barat.

Perpecahan tersebut semakin akut ketika Ba’asyir bersama Irfan Awwas Suryahardy dan Mursalin Dahlan, keduanya aktivis Muslim dan mantan tahanan politik, mereka mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada Agustus 2000. Menurut kaum radikal, konsep MMI telah menyimpang dari ajaran-ajaran Abdullah Sungkar. Misalnya, mereka menganggap hal itu merupakan pengkhianatan terhadap ijtihad politik atau analisa politik Sungkar agar JI tetap bekerja di bawah tanah hingga muncul saat yang tepat untuk menegakkan negara Islam. Akan tetapi konsep ini berbeda dengan konsep Ba'asyir. Abu Bakar Ba’asyir berdalih bahwa keterbukaan yang terjadi pasca Soeharto membuka peluang-peluang baru; jika peluang tersebut tidak diraih, maka hal itu bukan saja langkah yang salah, bahkan sebuah dosa. Kaum radikal membantah bahwa sistim politik mungkin saja lebih terbuka saat ini, namun masih dikuasai kaum kafir. Golongan muda fundamentalis gundah karena MMI menyambut baik wakil-wakil dari partai politik muslim yang berupaya mendirikan syariah Islam, karena menurut ajaran Sungkar, setiap akomodasi yang diberikan terhadap sistim politik yang non Islam dapat mencemari umat yang taat, dan hal itu dilarang. Bagi para pengikut Sungkar, adalah hal yang haram ketika Fuad Amsyari, sekretaris MMI mengusulkan perjuangan menegakan syariat Islam sebaiknya melalui jalur parlemen seperti DPR serta pemilihan calon dari partai Islam ketimbang menjadi golput pada pemilihan umum. Kemarahan kaum fundamentalis-radikalis bertambah ketika Ba’asyir menggugat pemerintah Singapura pada awal tahun ini, karena hal itu berarti seolah-olah mengakui legitimasi dari sebuah sistim hukum yang non Islam.

Ideologi yang dianut kaum radikal tersebut dapat di peroleh dari situs internet yang disampaikan Imam Samudra kepada para wartawan. Situs ini mencerminkan gagasan-gagasan dibalik perjuangan JI. Pasca pengakuan Omar Al-Faruq yang kemudian dimuat TIME edisi September 2002, terjadi pertemuan antara MMI dengan JI. MMI menyampaikan pandangan Abu Bakar Ba’asir yang melihat aksi perjuangan bersenjata seperti peledakan bom sebaiknya ditunda. Pasalnya, itu akan memberikan dampak negatif bagi gerakan Islam.

Ditengah berjalannya proses penyidikan yang dipimpin Indonesia, perihal serangan yang terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 kian menampakkan diri sebagi hasil karya Jama’ah Islamiyah (JI). Mekipun demikian, banyak kalangan yang meragukan keberadaan JI di Indonesia termasuk Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah atau Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia KH A. Aziz Masyhuri. Ia belum pernah mendengar tentang JI di Indonesia, dan sepengetahuannya hanya ada di Pakistan yang kemunculannya karena tekanan umat lain (Yahudi), sedangkan di Indonesia tekanan semacam itu tidak dijumpai. Akan tetapi penulis lebih sepakat mengacu pada hasil temuan ICG yang telah menyelidiki berbagai peristiwa ledakan bom di Indonesia yang dikaitkan dengan JI. Banyak kasus yang bisa dijadikan rujukan: Sejak 1999 hingga kini, JI pernah dikaitkan dengan lusinan serangan maut yang mereka lancarkan di Indonesia, Filipina dan masih banyak lagi yang lainnya.

V. Epilog

Gerakan radikalisme dan terorisme yang dideng¬ung¬kan oleh ke¬lompok fundamentalis, termasuk JI tidak lepas dari ideologi fundamentalisme yang cenderung radikal dan bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka tidak puas dengan sistem demokrasi saat ini yang dinilai sekuler dan liberal. Mereka sangat membenci Amerika dan sistemnya, sehingga demokrasi yang dianut Indonesia masuk dalah koridor Amerika, yang harus diperangi.

Geneologi fundamentalisme diakibatkan pelbagai faktor yang saling berhubu¬ngan erat. Pertama, kekecewaan terhadap sistem de¬mokrasi yang dinilai sekuler. Ajaran de¬mokrasi yang me¬nempatkan suara rakyat suara Tuhan (Vox Vopuli Vox Dei) dianggap telah mensubordinasi Tuhan. Mes¬kipun kelompok fundamentalis radikal, termasuk JI dan ka-wan-kawannya, kecewa terha¬dap sistem de¬mok¬rasi, namun mereka me¬manfaatkan mo-men¬tum de¬mokrasi itu sebagai sarana memperjuang¬kan aspirasi politiknya. Kedua, kekecewaan terha¬dap kebobrokan sistem sosial yang disebabkan ketidakberdayaan negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara religius. Demokrasi yang di¬anut Indonesia dinilai cende¬rung sekuler dan mengabaikan prinsip-prinsip agama. De¬mok¬rasi hanya membiarkan ber¬kembangnya kemaksiatan dan kemudaratan. Ketiga, ketidakadilan politik. Fundamentalisme radikal muncul sebagai ekspresi perlawanan terhadap sistem politik yang menindas dan tidak adil. Bagi kelompok JI, sistem de¬mokrasi menyebabkan rakyat Indonesia jatuh dalam jurang kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Demokrasi hanya me¬nindas orang-orang kecil, tak berdaya, dan termarginalkan. Kesejah¬teraan hanya dimiliki elite politik dan pe¬nguasa yang main mata dengan pengusaha. Rakyat hanya diperas dan ditindas. Demikian lah mind set yang ada dalam kelompok fundamentalis, dan kelompok fundamentals tidak segan-segan dalam melakukan aksi yang cenderung radikalis-teroris dalam mewujudkan cita-citanya.

Sehingga Fundamentalisme merupakan sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. Gerakan terorisme berbasis fundamentalisme ini tidak bisa dilenyapkan begitu saja. Itulah sebabnya, dalam penghapusan fundamentalisme diperlukan pendekatan inklusivis, kema¬nusiaan, dan paham multikulturalisme. Pemerintah juga harus bereva¬luasi untuk berpihak pada civil society yang berkeadilan dan berkeadaban. Pendekatan dari hati ke hati adalah salah satu cara yang dapat pemerintah lakukan kepada para kelompok fundamentalisme. []


Footnota:

Kelompok fundamentalis sangat beragam, ada al-Qaeda, Ikhwanul Muslimin, Wahabi, Jama’ah Islamiyah dan lain sebagainya. Misalnya, Dalam buku Al-Fikr As-Siyasi, Al-Mu'ashir Inda Ikhwan Al-Muslimin; Dirrasah Tahliliyah, Maidaniyah, Muwatsaqah karya Prof. Dr. Taufiq Yusuf Al-Wa'iy mendiskripsikan gerakan-gerakan pembaharu Islam yang berusaha merealisasikan syura, kebebasan, keadilan, kejujuran, dan terwujudnya keseimbangan sosial dan ekonomi. Perlu dibandingkan juga dengan buku Manhajiyyah al-Imam Hasan al-Banna wa Madaris al-Ikhwan al-Muslimin karya Fathi Yakan, Hasan al-Banna mengemukakan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak menafikan gerakan sosial-politik akan tetapi harus dengan konsekuensi perbaikan umat, islahul ummah. Akan tetapi, kontektualisasi konsep itu tidak selamanya sesuai dengan tipe atau karakteristik semua negara yang dibangun dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mengenai konsep Wahabi dapat dilihat dalam tulisan Muhamad Abu Zahra dalam Tarikh Mazahib al-Islamiyah yang mengilustrasikan pola politik Wahabi. Merusak dan kekerasan dengan pedang sangat lah menonjol dalam pola penyebaran Wahabisme. Itu semua mereka klaim secara sepihak bahwa seperti itu adalah amar ma'ruf nahi mungkar dan lain sebagainya.

Jan Pakulski, Social Movement and Class: The Decline of The Marxist Paradigm dalam Louis Maheu (ed), Social Movement Social Classes: The Paradigm of Collective Action, London: Sage, 1995, hal. 55

Efendi, Prasetyo, Radikalisme Agama, Jakarta: PPIM-IAIN, 1999, hal. XIX

Bruce Hoffman, The Confluence of International and Domestic in Terrorism, http://www. Cionet. Org/ wps/hob01. hal. 7

Bruce Hoffman, The Modern Terrorist Mindset: Tactics, Targets and Technologies. http://www. Cionet.org/wps/hob03. hal. 1

Jaringan tersebut memastikan agar bom dikirim ke 38 gereja atau pendeta di sebelas kota: Jakarta, Bekasi, Bandung, Sukabumi, Ciamis, dan Majokerto, semuanya di Pulau Jawa; Medan, Pematang Siantar, dan Pekanbaru di Sumatera; Batam, yakni pulau dilepas daratan Sumatera yang berdekatan dengan Singapura; dan Mataram pada pulau Lombok di sebelah timur Bali. Sembilan belas orang tewas, dan sekitar 120 terluka. Sebagian bom meledak antara pukul 8:30 dan 10 malam hari pada tanggal 24 December, sebagian besar pada pukul 9 malam. Beberapa bom gagal meledak, termasuk sepuluh yang dikirim ke Sumatera, dan lainnya diamankan oleh polisi. Bom yang meledak sebelum waktunya terjadi di Bandung dan Ciamis di Jawa Barat, sehingga menewaskan beberapa pelaku. Bahan peledak yang dipakai sama di semua tempat.

Cerita Dari Mosaik Bomb Natal, Tempo, 25 Februari 2001

Dua terminologi itu akan berbeda lagi dengan Islam Jamaah, yaitu suatu aliran keagamaan, muncul pada tahun 1950-an, imam jama’ahnya K. Nurhasan Al-Ubaidah di Kediri, dengan tujuan menepati al-Qur’an dan hadist dimana saja melalui cara bai’at. Lihat Abdul Aziz (ed), Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996, hal. 24

Musthafa Muhammad Thahhan menyebutnya dengan al-Jama’ah al-Islamiyah, dikelompokkan dalam gerakan-gerakan Islam Modern lainnya semisal Jamaah Tabligh (India), Ikhwanul Muslimin, Hizb at-Tahrir, Salafi, Partai Nizham, partai Keselamatan, Partai Refah, Gerakan Annur dan gerakan tasawuf di Turki dll, tujuannya diantaranya mengembalikan rasa percaya diri kaum muslimin, menyatukan kaum muslimin, membebaskan negeri-negeri Islam dari kekuasaan asing. Lihat Musthafa Muhammad Thahhan, Tahaddiyat Siyasah Tuwajih al-Harakah al-Islamiyah, terj. Rekonstruksi pemikiran Islam menuju gerakan Islam Modern, Solo: Era Intermeda, 1997, hal.35 Lebih jauh tentang al-Maududi dan Jamaa’ti Islaminya (asal-usul, teori, dan praktik kebangkitannya) lihat Ali Rahnema, Pioner of Islamic Reval,Terj. Ilyas Hasan, Para perintis zaman baru Islam, Bandung: Mizan, 1995, hal.101

H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1996, hal. 241

Sekitar tahun 1920-an mulai mengambil perhatian dalam kegiatan politik dalam gerakan khilafat dan terlibat dalam suatu gerakan rahasia, tetapi segera meninggalkan gerakan itu karena tidak setuju idenya, lalu bergabung dengan gerakan Tahrikh Hijrat, suatu gerakan organisasi oposisi terhadap pemerintah Inggris atas India, dan menganjurkan kepada umat muslim di negeri itu untuk hijrah ke Afganistan. Bukunya yang terkenal adalah Jihad fil-Islam, tulisan mengenai hukum Islam tentang perang dan damai. H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran, Ibid., hal. 239.

ICG, Bagaimana Jaringan Terorisme Jama’ah Islamiyah Beroperasi: http://www.intl-crisis-group.org/projects/asia/Indonesia/reports/A400969_11122002.pdf

Mustafa Alsayyid, Mixed Message: The Arab and Muslim Response to Terrorisme, CSIS, The Washington Quarterly, spring 2002. Hal. 184

Ibid., 178

Ibid., 189

ICG, Bagaimana Jaringan Terrorisme, Ibid.

ICG Indonesia Briefing, Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of The Ngeruki Network in Indonesia, 8 Agustus 2002.

Bruce Hoffman, The Confluence of International and Domestic Trends in Terrorism, http:// www. Cionet. Org/ wps/hob01. hal. 2

Lihat misalnya, New Picture Emerges of Militant Network in Southeast Asia-Jama’ah Islamiyah Aided al-Qaeda But has Own Agenda: Islamic State, Asian Wall Street Journal, 9 Agustus 2002 dan Tony Lopez What Its JI? Manila Times, 1 November 2002.

Kementerian Luar Negeri Singapura, MFA Press Statement on The Request for Addition of Jama’ah Islamiyah to List of Terrorist Maintained By The UN, 23 Oktober 2002.

Kementerian Luar Negeri Singapura, MFA Press.,Op.Cit.

Lihat Muhamad Nursalim, Fraksi Abdullah Sungkar dalam Gerakan NII Era Orde Baru, sebuah tesis guna melengkapi persyaratan S2 pada Universitas Muhammadiyah Solo, 2001.

Martin van Bruinessen, Geneologies of Islamic Radicalism in Post-Suharto Indonesia, ISIM dan Utrecht University, 2002, hal.3. Lihat www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal.

Wawancara ICG, Jakarta, 28 November 2002.

Hasil Interogasi Terhadap Tersangka M. Rozi al. Amrozi al. Chairul Anom sampai dengan jam Tanggal 6 Nopember 2002, hal.2 http://www.intl-crisis- group.org/projects/asia/Indonesia/reports/A400969_11122002.pdf

Pemeriksaan terhadap Abu Bakar Ba’asyir oleh pihak inteijen polisi Indonesia, 2002 (salinan berkas diperoleh ICG dengan tanggal dan nama pemeriksa telah dihilangkan).

Wawancara ICG, Surabaya, 7 dan 9 November 2002.

Magnus Ranstorp, Terrorism in The Name of Religion, http://www.Cionet. Org/wps/ram01/, hal8

Irfan Suryahardy sudah dekat dengan Ba’asyir sejak awal 1980an ketika ia menjadi redaktur pada sebuah surat kabar Muslim di Yogyakarta. Ia ditangkap oleh pemerintahan Soeharto atas tuduhan subversi. Mursalin Dahlan adalah seorang dai yang mengepalai cabang sebuah partai politik Islam yang kecil di Jawa Barat, yaitu Partai Umat Islam.

Wawancara ICG, Surabaya 7 November 2002.

Situs tersebut, yaitu www.istimata.com, direkomendasikan oleh Imam Samudra dalam sebuah wawancara yang dimuat pada 15 Menit Bersama Imam Samudra, Kompas, 5 December 2002.

Wawancara ICG, Surabaya, 7 November 2002, dan Solo, 26 November 2002; Lihat juga: Confessions of an al-Qaeda Terrorist, Time, 23 September 2002

Bahkan dalam pernyataannya yang ditayangkan televisi CNN, Perdana Menteri Australia, Alexander Downer, secara resmi telah menuduh al-Qaidah sebagai dalang bom Bali. Ia telah meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyatakan Jama’ah Islamiyyah (JI) sebagai bagian dari al-Qaidah. Kita Diserang, Majalah Sabili, Edisi Tahun 2002. Reaksi pemerintah Australia yang menelan korban tragedi Bali terbesar, menangkapi aktifis muslim, penggeledahan dan pengambilan paksa WNI yang diduga berkaitan dengan Jama’ah Islamiyah di Australia -menurut Din Syamsyudin- merupakan bentuk keangkuhan dan arogansi Australia. Putuskan Hubungan dengan Australia. Jawa Pos, Selasa. 05 Nov 2002.

Aziz Masyhuri Yakin Tidak ada JI di Indonesia, TEMPO Interaktif, Jombang 4 Nov 2002

Fokus penelitian ICG terutama melihat pada peristiwa bom malam Natal di bulan Desember 2000. Alasannya, aksi tersebut dilakukan dalam skala yang luas. Lebih dari 30 bom dikirim ke gereja-gereja atau pendeta di sebelas kota di enam provinsi. Sementara waktu waktu ledaknya direncanakan secara bersamaan.


0 komentar:

Posting Komentar