Welcome to Nur Fadlan Blog

Sabtu, 27 Juni 2009

God's Illustration



Nur Fadlan
(Pegiat Study Intensive of Thought)

Sebelum masuk dalam pembahasan, ideom 'Ilustrasi' merupakan derivasi dari ideom Arab yaitu shaurah. Ilustrasi tentang Tuhan akan lebih mudah difahami dan dicerna ketika kita melibatkan diri dalam pengkajian skema theologis. Perjalanan theologi dalam Islam sangat panjang sehingga sebuah upaya untuk memahami Tuhan terus mengalami metamorfosis konsep seiring dengan perjalanan zaman.

Puncak memanasnya perang konsep ini adalah pada awal abat ke-3 Hijriyah. Perdebatan panjang yang berkutat seputar Ketuhanan mulai marak menghiasai paradigma cendekian muslimin kala itu. Para mengikut Filsafat Paripatetik dan Illuminasi terus mencoba menawarkan formulasi-formulasi terbaru perihal Ketuhanan dengan tujuan memudahkan manusia untuk lebih memahami Tuhan.

Salah satunya adalah Madzhab Theologi Mu'tazilah. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT tidak memiliki Ilustrasi dan tidak bisa diilustrasikan. Dia Maha Mendengar, Maha Melihat, tidak memiliki komponen-komponen pembentuk tubuh, tidak berilustrasi dan tidak memiliki daging dan darah.

Sedangkan menurut kelompok Ahlus Sunnah wa al-Jamâat bahwa; Tuhan itu memiliki ilustrasi. Mereka tidak sependapat dengan pandangan Mu'tazilah. Tentunya ilustrasi Allah adalah ilustrasi yang paling sempurna dan tidak ada padanannya.

Sheikh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya al-Aqidah al-Wâsatiyah mengatakan; Barang siapa yang iman kepada Allah tentunya harus iman pada sifat-sifatNya yang telah dijelaskan secara explisit dalam kitab-Nya yang agung. Dari sini kita bisa menarik konklusi bahwa kelompok salaf sangat alergi dengan pernyataan Mu'tazilah, Allah tidak memiliki Ilustrasi.

Di samping itu, kelompok Ahlus Sunnah menguatkan pendapatnya tentang Ilustrasi Tuhan dengan dalil naqli yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzî dan Sheikh al-Bânî. Nabi SAW mengatakan, "telah mendatangiku Tuhanku pada sebuah malam dengan sebaik-baik bentuk (ilustrasi)". Dari Hadist ini kelompok Ahlus Sunnah menganggap bahwa Allah memiliki ilustrasi tetapi tetap dalam catatan bahwa ilustrasi Allah tentunya tidak seperti ilustrasi mahluk-mahlukNya.

Sheikh Ibnu Usaimîn memiliki pendapat lain dengan pandangan kelompok Ahlus Sunnah akibat pemahaman terhadap ayat 4 Surah at-Tiin; "sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". Dari ayat ini, Sheikh bin Usaimîn menyimpulkan bahwa Allah tidak memiliki ilustrasi. Ilustrasi hanya atas mahluk-Nya termasuk manusia. Dalam ayat di atas Allah sendiri telah berfirman kalau ilustrasi manusia adalah ilustrasi terbaik, sehingga akan menimbulkan kerancuan yang sangat mendalam jika Allah dianggap memiliki ilustrasi.

Dalam kitab al-Mîyân karya Imam ad-Dzahabî terdapat penjelasan tentang ilustrasi Allah. Beliau menjelaskan tentang Hadist yang memaparkan ilustrasi Allah haruskah kita pahami secara metaphoric (kiasan). Karena pada dasarnya yang mengetahui tentang ilustrasi Allah hanyalah Allah sendiri. Beliau menengahkan salah satu riwayat bahwa Rosulullah SAW lebih memilih diam ketika perbincangan tentang ilustrasi Tuhan diangkat. Hal yang serupa 'lebih memilih diam' juga dilakukan oleh generasi salaf.

Ad-Dzahabî menambahkan; Dalam kontek Hadist tentang ilustrasi Allah ada titik tertentu yang belum dipahami oleh para pengkajinya secara integral. Tentang nasul Hadist yang menjelaskan tentang ilustrasi Allah adalah sebagai beriku; 'Ala Shouratihi'. Pandangan beliau tentang Hadist ini adalah ada dzomir (kata ganti) setelah kata Shourat. Menurut pandangannya dzomir ini kembalinya bukan kepada Allah tapi kembali pada manusia dan mengsifatinya. Pandangan ini menurut mayoritat pemikir Islam adalah pandangan yang paling rajih (dipakai secara mayoritas).

Ibnu Khutaibah mengklasifikasi pandangan-pandangan tentang konsep ilustrasi Tuhan menjadi beberapa bagian. Pertama, menurut para ahli Ilmu Kalam (Theologi) berpendapat; Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan ilustrasi-Nya dan menciptakan hewan dengan ilustrasi-Nya.

Pendapat lain menolak tentang ilustrasi manusia disamakan dengan ilustrasi Tuhan dengan dalih manusia adalah mahluk-Nya yang ilustrasinya tidak bisa disejajarkan dengan Tuhan. Kelompok ini menentang keras pendapat bahwa bentuk manusia yang dianggap sebagai inspiratif Tuhan atas ilustrasi-Nya. Pandangan semacam ini dianggap menyimpang dari dasar-dasar Ilmu Kalam karena Allah tidak sama dengan mahluk-Nya, Laisa Kamislihi Syaiun.

Di salah satu Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari Rosulullah SAW, "Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Adam atas ilustrasi-Nya". Dari Hadist ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya ilustrasi Adam (manusia) adalah bentuk ilustrasi Allah atas Diri-Nya. Tetapi setelah Hadist ini di teliti dengan lebih cermat ternyata Hadist ini termasuk Hadist Dzoif. Jadi golongan yang memiliki pandangan Allah tidak mimiliki ilustrasi menjadi semakin kuat argumennya, kerena ternyata salah satu dalil naqli yang berpandangan bahwa Allah memiliki ilustrasi ternyata hujjahnya dzo'if.

Pada abat ke-3, muncul pendapat tentang konsep ilustrasi Tuhan yang disuarakan oleh Madzhab Aqli (Rasionalis). Pelopor pertama madzhab ini adalah Imam Abu Hasan al-Asy'ari. Beliau membenarkan adanya ilustrasi Tuhan, berdasarkan Hadist riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzî. Nabi SAW bersabda, "telah mendatangiku Tuhanku pada sebuah malam dengan sebaik-baik bentuk (ilustrasi)". Pada dasarnya Imam Abu Hasan al-Asy'ari meyakini ilustrasi Tuhan setelah perjalanan panjang beliau dari pemahaman theologi versi Mu'tazilah. Tepatnya pada tahun 300 H, beliau memprakarsai derivasi baru tentang madzhab theologi yang menginduk pada pemahaman Aqidah Imam Ahmad bin Hambal.

Konsep Imam al-Asy'ari sangat dihormati oleh generasi intelektual muslim setelahnya, Ahlus Sunnah wa al-Jamâat. Sehingga konsep-konsep beliau tentang ilustrasi Tuhan pada khususnya dan perangkat-perangkat pemahaman theologis pada umumnya dijunjung tinggi dan terus dipertahankan. Tokoh besar yang sangat berjasa dalam penyebaran Theologi al-Asy'ari di antaranya adalah; Imam al-Baqilani, Imam al-Juwaini dan Imam al-Ghozali. Mereka adalah tokoh terpenting dalam penyebaran theologi Madzhab al-Asy'ari.

Cetak biru dari skema theologis versi Madzhab al-Asy'ari, baik yang masih original dari Imam Abu Hamid al-Asy'ari atau pun ketika berjalan beriringan dengan Imam al-Baqilani, Imam al-Juwaini dan Imam al-Ghozali meyakini adanya ilustrasi atas Allah. Tentunya bentuk ilustrasi yang tidak sama dengan bentuk ilustrasi mahluknya, manusia.

Di samping itu, penjelasan lain tentang ilustrasi Tuhan dipaparkan oleh Abi Abdillah bin Abdul al-Aziz at-Tamîmi. Beliau mengatakan; menurut Abi Abdullah Ahmad bin Hambal bahwa Allah SWT memiliki ilustrasi. Tentunya ilustrasi yang sempurna dan tidak ada padanannya, termasuk manusia. Pandangan ini berdasarkan pada salah satu sifat yang dimiliki Allah SWT, yaitu Laisa Kamislihi Syaiun.

Dari paparan di atas kita bisa mengetahui bahwa ilustrasi tentang Tuhan masih dalam pertentangan. Apakah Tuhan memiliki ilustrasi atau tidak? Kalaupun Tuhan memiliki ilustrasi, apakah mahluk-mahluk-Nya merupakan inspiratif dari ilustrasi-Nya?

Imam Abu Hanifa pada awalnya adalah seorang pengkaji habis Ilmu Theologi. Sejak kecil beliau mempelajari disiplin ilmu ini dengan sungguh-sungguh. Harapannya adalah bisa memahami konsep-konsep theologis dengan baik. Tetapi setelah beliau menginjakkan usianya yang ke dua puluh lima tahun beliau lebih memilih untuk memperdalam ilmu-ilmu tentang Fiqh, sehingga menjadi salah satu Imam Madzhab yang diikuti oleh kaum muslimin hingga sekarang.

Ada apa sebenarnya dengan konsep-konsep theologis? Hemat penulis, konsep-konsep theologis adalah upaya untuk mendekatkan diri pada Allah. Sebanarnya konsep tentang ilustrasi Tuhan, apakah Tuhan al-istawâ' ala al-arsy?, apakah Tuhan itu di langit sehingga kita kalau berdo'a harus menengadahkan tangan ke atas?, apakah Tuhan memiliki tangan?, dan lainnya itu semua adalah bentuk turunan dalam konsep theologis yang dalam hal ini terus diperdebatkan dalam perjalanan sejarah madzhab theologi.

Tiga konsep induk theologis yang tidak ada perdebatan atasnya sekaligus telah dijelaskan secara transparan dalam al-Qur'an dan Hadist harusnya kita jadikan landasan dasar pemahaman kita dalam urusan theologis. Adapun tiga konsep itu adalah; Kebenaran Asomatik (bahwa Tuhan itu satu), kebenaran wujud Tuhan serta kebanaran bahwa Tuhan tidak sama dengan mahluk.

Dari sini kita bisa menarik benang merah bahwa konsep-konsep turunan theologis terus diperdebatkan tetapi konsep pokok tetap pada koridor theologis agama. Sehingga untuk menyikapi hal seperti ini tentunya kita harus memilih satu madzhab theologis yang sesuai dengan al-Qur'an dan Hadist. Perlu diingat bahwa dalam urusan theologis kita tidak bisa mengambil jalan dualitas madzhab, karena akan berujung pada al-syak (keragu-raguan). Solusinya, pegang satu madzhab demi eksistensi keyakinan kita kerena pada dasarnya otak (logika) belum mampu untuk memahami Tuhan secara siklikat. Wallahua'lam bi showab []

0 komentar:

Posting Komentar