Peluang Riset di Mesir
Nur Fadlan
Wakil Direktur Majlis Riset Masisir
“Peraturan atau lembaga lebih merupakan pembangkit, atau media bagi praktik-praktik sosial.”
Giddens
Mesir termasuk negeri yang pernah mengukir sejarah panjang di dunia. Mesir dalam hal ini, masuk menjadi urutan nomer dua sebagai negeri yang menggoreskan peradaban tertua di dunia setelah Babilonia. Banyak sekali artifak dan situs-situs budaya atau pun bukti ilmu pengetahun yang dapat kita jumpai dan dapatkan di negeri ini. Perkembangan kebudayaan, seni dan ilmu pengetahuan menjadi bukti jelas bahwa Mesir merupakakan negeri yang memiliki histori panjang peradaban.
Tak terkecuali Islam, di samping Alexander The Great yang sempat menyinggahkan diri dan pasukannya di Mesir Islam pun mengambil peran penting dalam mengukir sejarah panjang di Mesir. Peradaban Islam terbentuk secara berkelanjutan di negeri ini yang tidak bisa kita tutup sebelah mata. Keberlanjutan peradaban Islam yang ada di Mesir bersifat periodik dan dinamis. Tentang rekaman dinamisasi dan keberlanjutan peradaban Islam di Mesir telah diabstraksikan oleh dinasti-dinasti sebagai berikut: dari Dinasti Thouluniyyah (868-905), Dinasti Ikhshids (935-969), Dinasti Fathimiyyah (969-1171), Dinasti Ayyubiyyah (1171-1250), Turki Usmani (1517-1805), Muhammad Ali (1805-1953) hingga pada Mesir pasca revolusi yang masih tampak cukup kental aura keislamannya.
Kemudian, perjalanan peradaban Islam di Mesir meninggalkan lembaga pendidikan tertua di dunia. Ini adalah bentuk dari pengukiran sejarah yang luar biasa karena lembaga ini yang kemudian kita sebut dengan Al-Azhar memiliki misteri yang hanya beberapa orang saja yang bisa memahaminya. Al-Azhar memiliki empat pilar penting dalam sinergi dengan pengukuhan agama Islam. Pertama Al-Azhar hadir sebagai lembaga pendidikan, di sini Al-Azhar kekeh dalam mempersiapkan generasi penerus perjuangan dalam menegakkan agama dan negara. Kedua Al-Azhar memiliki lembaga wakaf yang sangat terorganisir, tentunya lembaga ini berperan sebagai penopang kebutuhan administratif dan pemberian beasiswa. Ketiga Al-Azhar memiliki lembaga Ifta’ (kefatwa’an) yang kemudian disebut dengan Dar al-Ifta’, lembaga ini memiliki peranan dalam perumusan konsep dan menjawab tantangan umat baik yang berkaitan dengan agama, ekonomi, sosial, budaya, science, dan lain sebagainya. Kemudian Al-Azhar sebagai lembaga da’wah yang moderat dan inovatif. Tentunya Al-Azhar akan ikut serta dalam mewarnai tipologi da’wah oleh masyarakat Islam di belahan dunia lain yang kadang terkesan ekstrem dan kurang rahmatal lil alamin dalam penyebaran ajaran Baginda Muhammad Saw.
Dalam perjalanan akademis Al-Azhar, para mahasiswa diajarkan untuk mandiri dan belajar dengan kesadaran, bukan tunduk pada sistem yang mengikat baik yang berupa absensi atau bentuk konsekuensi lain. Al-Azhar hanya memberi kunci kemudian mahasiswa diajak untuk mengembangkan sendiri di Mesir yang merupakan lingkungan literatur, buku-buku agama, talaqi-talaqi, peninggalan peradaban, karekteristik sosial-agama dan lain sebagainya. Sehingga tidak berlebihan jika Persatuan Pelajar & Mahasiswa Indonesia (PPMI) memprakarsai terbentuknya Majlis Riset Masisir yang merupakan wadah para sadar intelektual dalam mengexsploitasi dan mengambil sebanyak-banyaknya apa pun itu yang ada di Mesir. Al-Azhar sudah memberikan kunci kepada kita semua, tergantung kita mau menggunakan kunci itu atau tidak untuk membuka gudang pengetahuan yang kemudian akan dipersembahkan untuk agama dan bangsa Indonesia.
Keberadaan Majlis Riset Masisir di tengah-tengah masyarakat dan mahasiswa Indonesia di Mesir sebenarnya adalah upaya menjalankan misi yang diemban oleh Perguruan Tinggi melalui konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi serta sesuai dengan pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga tidak salah jika lembaga riset yang diprakarsai PPMI periode XVI Masa Bakti 2010-2011 yang kemudian menjadi lembaga independen dan didukung sepenuhnya dan mendapat respon baik dari Atase Pendidikan-KBRI Kairo, Prof. DR. Sangidu, M.Hum., kemudian diresmikan oleh Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional (DP2M Dirjen DIKTI KEMENDIKNAS), Bapak Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D. pada saat kunjungan kerja beliau ke Mesir, pada tanggal 20 September 2010.
Majlis Riset Masisir memiliki sinergi baik dengan misi yang diemban oleh DP2M Dirjen DIKTI KEMENDIKNAS. Lembaga ini diharapkan mendukung dan memacu tumbuh-kembangnya kegiatan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan kreativitas mahasiswa di perguruan tinggi yang berorientasi kepada peningkatan kualitas pendidikan tinggi, daya saing bangsa dan kesejahteraan rakyat secara berkesinambungan.
Peluang Majlis Riset Masisir
Beberapa tahun yang lalu ada penelitian menarik perihal Filsafat Sosial oleh para mahasiswa Barat yang sedang belajar di beberapa universitas di Australia. Penelitiannya sangat menarik dan akhirnya mendapat apresiasi dan respon baik dari kalangan akademis dan akhirnya hasil dari penelitian diterjamahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Metodologi yang mereka gunakan adalah menginfentarisir para tokoh sosial kemudian mengidentifikasi dan akhirnya masing-masing dari identifikasi diberikan kritik serta adanya penimbangan perihal teori sosial yang masih layak untuk menyikapi tantangan globalisasi. Adapun tentang beberapa tokoh yang sempat mereka inventarisir, teliti, identifikasi dan koreksi adalah sebagai berikut: ada Michel Foucault, Sigmund Freud, Hannah Arendt, Pierre Bordieu, Cornelius Castoriadis, Jacques Derrida, Louis Dumont, Emile Durkheim, Norbert Elias, Anthony Giddens, Antonio Gramsci, Jurgen Harbermas, Agnes Heller, Julia Kristeva, Jacques Lacan, Claude Levi-Strauss, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, Talcott Parsons, Carole pateman, Jeremy Seabrook, George Simmel, Alain Touraine, Immanuel Wallerstein, Max Waber dan Raymond Williams. Kalau mereka yang notabenya sebagai mahasiswa kita pun sama seharusnya memiliki sadar intelektual dalam penemuan atau pengembangannya.
Mesir memiliki kebebasan dalam penyebaran buku dan itu bisa kita dapatkan dengan mudah, pola pemikiran Arab-Islam atau pun Barat-Islam sangat mudah untuk kita jumpai dan dapatkan di bookshop atau pun dalam International Book Fair yang sangat sering diselenggarakan di Mesir. Buku-buku karya penulis-penulis ternama di kawasan Middle East dan dunia secara umum terasa sangat menjamur di Mesir. Jika tidak kita manfaatkan kesempatan untuk lebih gigih lagi dalam pengkajian dan penelitian maka ibarat kita di Mesir hanya menyaksikan saja, padahal kita adalah pemeran utama dan apa yang kita dapatkan serta temukan merupakan kontribusi besar terhadap agama dan bangsa.
Contoh sederhana tentang politik, sampai sekarang asumsi politik yang tepat menurut pehamaman agama memiliki titik diferensisi yang unik. Jika hal ini mau kita teliti lebih baik maka itu artinya kita memberikan kontribusi atas pemahaman terhadap anak bangsa. Misalnya, identifikasi pemikiran Hasan al-Banna harus dikaitkan dengan sosial politik saat itu. Di tahun 1930 al-Banna mulai menyampaikan gagasannya secara langsung kepada Raja Fu'ad dan Farouk serta ke semua pimpinan pemerintah Arab. Apakah pemikiran politik beliau ingin kita bumikan di tanah tercinta? Padahal di saat itu, Raja Fu'ad dan Farouk dan beberapa pimpinan Arab kurang begitu respon dengan tipologi pemikiran Hasan al-Banna. Sebagai kaum akademis kita hendaknya memiliki daya kritis terhadap beberapa pemikiran dengan pola menganologikan dengan tipologi pemikiran yang lain. Misalnya, Dalam buku Al-Fikr As-Siyasi, Al-Mu'ashir Inda Ikhwan Al-Muslimin; Dirrasah Tahliliyah, Maidaniyah, Muwatsaqah karya Prof. Dr. Taufiq Yusuf Al-Wa'iy mendiskripsikan gerakan-gerakan pembaharu Islam yang berusaha merealisasikan syura, kebebasan, keadilan, kejujuran, dan terwujudnya keseimbangan sosial dan ekonomi. Perlu dibandingkan juga dengan buku Manhajiyyah al-Imam Hasan al-Banna wa Madaris al-Ikhwan al-Muslimin karya Fathi Yakan, Hasan al-Banna mengemukakan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak menafikan gerakan sosial-politik akan tetapi harus dengan konsekuensi perbaikan umat, islahul ummah. Perlu dibandingkan juga dengan tulisan Muhamad Abu Zahra dalam Tarikh Mazahib al-Islamiyah yang mengilustrasikan pola politik Wahabi. Merusak dan kekerasan dengan pedang sangat lah menonjol dalam pola penyebaran Wahabisme. Itu semua mereka klaim secara sepihak bahwa seperti itu adalah amar ma'ruf nahi mungkar.
Sehingga dari sekelumit contoh analisis di atas mampu mewakili betapa pentingnya riset di Mesir mengingat semakin maraknya kesalahan dalam memahami Islam yang rahmatal lil alamin menjadi bermakna lain. Bahkan penulis sempat sepakat perihal pola pemikiran Taqiyuddin an-Nabani, punggawa Hizbu Tahrir akan pentingnya pemikiran Hizbu Tahrir di Palestina, karena ada titik menarik dalam pemikiran Taqiyuddin perihal penyatuan nasionalisme dengan agama, akan tetapi penulis kurang sepakat jika tipologi pemikiran itu dimasukkan di Indonesia. Itu artinya masyarakat Indonesia hendaknya memiliki persepsi yang sama perihal kebutuhan akan sistem politik dalam membentuk Indonesia yang lebih baik. Tidak semestinya harus sepakat atau fanatik dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin, Wahabi, Hizbu Tahrir atau pun lainnya. Kalau pun ada beberapa yang menarik dan mendukung kemajuan agama dan bangsa tidak jadi masalah pemikiran itu diaplikasikan dan untuk meyakinkan sebagian masyarakat Indonesia yang lain perlu adanya dialog lisan dan tulis. Hal ini, tidak akan mungkin terealisasikan kecuali hanya dengan sadar riset.
Di Mesir masih banyak sekali beberapa hal yang bisa kita kaji ulang demi penemuan teori-teori yang lebih aplikatif di Indonesia atau pun dunia pada umumnya. Misalnya, kita berhak mengkritisi Evulosion Creatries karya Bergson yaitu perihal intuisi Bergson yang merupakan suatu mediasi makrifat Sufi. Tuhan tidak membutuhkan pembuktian, karena kita bisa merasakan-Nya dan kita menggambil kehidupan dari pada-Nya. Kehidupan hanyalah keyakinan pada Tuhan dan mengenal-Nya adalah merasakan apa yang diharuskan oleh kehidupan. Apakah sintesis Bergson itu benar atau tidak bisa kita komparasikan dengan beberapa literatur yang ada di Mesir.
Ada juga buku-buku menarik lagi yang perlu kita kaji ulang misalnya, Dalam The Decline and Fall of The Roman Empire, Edward Gibbon memaparkan seba-sebab jatuhnya Kekaisaran Romawi karena; Invasi Italia oleh Lombards, penaklukan propinsi di Asia dan Afrika oleh Arab-Islam, pemberontakan rakyat Romawi, munculnya Charlemagne serta pemberian wewenang yang berlebian kepada Romawi Timur di era Juntinian. Apakah benar Arab-Islam melakukan penaklukan? Dan bagaimana pola Islam dalam melakukan itu semua? Tentunya dua dari kalimat ini adalah pertanyaan besar. Kemudian di dalam buku The Arab in History, Bernard Lewis mengabstaksikan bahwa; Perang Salib merupakan pengalaman pertama Imperialisme Barat yang ekspansionis, tentunya dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologis. Penulis mengira, tesis Lewis sangat penarik dalam pengkajian psikologi-agama yang tentunya bisa kita perdalam lagi.
Sehingga penulis dalam hal ini, setelah melihat beberapa studi kasus di atas berani mengatakan bahwa Majlis Riset Masisir memiliki sinergi yang baik dengan cita-cita agama dan bangsa, karena target dari Majlis Riset Masisir adalah terbukanya wawasan dan cakrawala berpikir agar dapat mengembangkan metodologi penelitian yang komprehensif, menjembatani pengkajian studi Islam klasik hingga post-modern yang sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan masyarakat kontemporer. Ketika memang pelajar atau pun mahasiswa yang ada di Mesir mampu melakukan identifikasi yang kemudian menjadi rekonsiliasi atas perbedaan atau pun memberikan titik terang atas salah dalam pemahaman menjadi kunci dari semakin pesatnya perkembangan Indonesia. Ini adalah seirama dengan visi dari Majlis Riset Masisir, Menjadikan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir sebagai sumber daya manusia unggul, mandiri dan berbudaya yang berbasis pada penelitian. []
Cairo, 25 Oktober 2010 [03:59 am]
0 komentar:
Posting Komentar