Wajah Baru Pendidikan di Abad Pengetahuan
Oleh: Nur Fadlan
Abad 21 adalah abad yang memiliki ciri beda dengan abad sebelumnya. Golongan pemerhati masa depan menganggapnya sebagai abad pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Ciri khas abad ini adalah jika, tuntutan kehidupan menjadi lebih rumit dan menantang. Tentunya, abad ini menuntut wajah baru pada dunia pendidikan dan lapangan kerja. Revolusi perkembangan teknologi yang sangat pesat, perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi dan transformasi nilai-nilai budaya berdampak pada perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Sehingga perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat (Trilling dan Hood, 1999).
Sebagai mahasiswa yang berdomisili di luar negeri, tentunya kita bisa melihat secara lebih jernih perihal kemerosotan Pendidikan Nasional. Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya, terlihat dengan adanya upaya mengubah kurikulum Pendidikan Nasional. Mulai dari Kurikulum 1975 diganti dengan Kurikulum 1984, kemudian diganti lagi menjadi Kurikulum 1994 dan sekarang diganti dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pada dasarnya, kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya profesionalisme guru/dosen dan keengganan belajar siswa.
Sehingga, kira-kira apa kontribusi kita dalam ikut serta membangun dan mencerdaskan bangsa? Tentunya sebagai masyarakat terdidik kita tidak sekedar diam melihat keadaan Pendidikan Nasional yang kurang mengikuti perkembangan abad pengetahuan. Untuk mengurai itu semua tentunya gambaran tentang pendidikan, gambaran pembelajaran serta pengembangan guru/dosen menjadi tiga titik penting yang kita jadikan target pembahasan.
* * *
Pendidikan: Butuhnya Format BaruKetika pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan maka pendidikan di abad 21 memiliki beberapa kecenderungan; Dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, dari sentralisasi ke desentralisasi, dari bantuan institusional ke bantuan diri, dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris dan dari hierarki-hierarki ke penjaringan. Dari kecenderungan ini, berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan.
Sedangkan pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai idealitas dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak Pendidikan Nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan; (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Dengan demikian, pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional. Sudah semestinya, lembaga-lembaga pendidikan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, keterlibatan orang tua/masyarakat dan profesionalisme guru/dosen. Sehingga, pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki megaskills. Untuk itu, lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan format ulang dalam perbaikan berbagai aspeknya.
Dalam memasuki abad 21, pendidikan mengalami pergeseran paradigma yang meliputi: Dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya dan komputer, dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja dan dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dari beberapa pergeseran ini, tampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan.
Gambaran Pembelajaran: Aplikasi Pola Abad Pengetahuan
Kegiatan pembelajaran yang terjadi sekarang masih kental dengan pola di abad industri. Pada abad pengetahuan pola yang digunakan tentunya berbeda dengan pada abad industri. Dalam hal ini, Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran. Kolaborasi antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain dan belajar pada diri sendiri. Kegiatan pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;
No Abad Industri Abad Pengetahuan
1 Guru/dosen sebagai pengarah Guru/dosen sebagai fasilitator, pembimbing dan konsultan
2 Guru/dosen sebagai sumber pengetahuan Guru/dosen sebagai kawan belajar
3 Belajar diarahkan oleh kuri-kulum. Belajar diarahkan oleh siswa-kulum.
4 Belajar dijadwalkan secara ketat degan waktu yang terbatas Belajar secara terbuka, degan waktu yang fleksibel sesuai dengan keperluan
5 Terutama didasarkan pada fakta Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6 Bersifat teoritik, prinsip-prinsip dan survei Dunia nyata dan refleksi prinsip dan survei
7 Pengulangan dan latihan Penyelidikan dan perancangan
8 Aturan dan prosedur Penemuan dan penciptaan
9 Kompetitif Kolaboratif
10 Berfokus pada kelas Berfokus pada masyarakat
11 Hasilnya ditentukan sebelumnya Hasilnya terbuka
12 Mengikuti norma Keanekaragaman dan kreatif
13 Komputer sebagai subyek belajar Komputer sebagai peralatan belajar
14 Presentasi dangan media statis Interaksi multi media yang dinamis
15 Komunikasi sebatas ruang kelas Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16 Tes diukur dengan norma Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri
Dari tabel di atas ada beberapa benang merah; pertama, pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan praktek serta menggunakan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan, pola belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain serta menemukan dan penciptaan. Kedua, alangkah susahnya mencapai reformasi yang sistemik, karena jika pola lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh pola lama. Ketiga, meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan banyak contoh praktek di Abad Industri yang "murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang "murni", besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Tidak berarti dalam melakukan reformasi pembelajaran, pola lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding pola-pola baru. Keempat, praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri. Kelima, Pada Abad Pengetahuan tampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad Pengetahuan. Perlu menjadi cetak biru, bahwa yang membedakan pola-pola tersebut adalah pelaksanaan dan hasilnya bukan alatnya.
Pengembangan Profesionalisme Guru/Dosen: Signifikansi Penentu
Untuk mencapai profesionalisme tentunya penekanan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, kemampuan manajemen dan strategi penerapannya. Dalam hal ini, Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap pengembangan.
Kuwalitas guru/dosen di Indonesia memang belum bisa kita sejajarkan dengan guru/dosen yang ada di Amerika Serika. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru/dosen harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada beberapa standar pengembangan profesi guru/dosen yaitu; Pertama, Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru/dosen sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru/dosen dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam. Kedua, standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru/dosen sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru/dosen yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru/dosen yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar. Ketiga, standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru/dosen sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru/dosen yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru/dosen, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru/dosen berkesempatan terus untuk belajar. Keempat, standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru/dosen sains harus koheren dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak ada lanjutannya.
Selain memiliki standar profesional guru/dosen, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru/dosen dituntut untuk memiliki lima hal: Pertama, guru/dosen mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, guru/dosen menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa. Ketiga, guru/dosen bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi. Keempat, guru/dosen mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru/dosen seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Dalam opini Arifin (2000) mengemukakan bahwa guru/dosen Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; Pertama, dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. Kedua, penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia. Ketiga, pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru/dosen merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan. Kekerdilan profesi guru/dosen dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kolot atau manajemen pendidikan yang kurang memadai.
Persyaratan profesionalisme guru/dosen ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru/dosen Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; Pertama, memiliki kepribadian yang matang dan berkembang. Kedua, penguasaan ilmu yang kuat. Ketiga, keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi. Keempat, pengembangan profesi secara berkesinambungan. Kelima, hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA. Keenam, meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru/dosen. Ketujuh, program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan. Kedelapan, meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik. Kesembilan, pelaksanaan supervisi. Kesepuluh, peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM). Kesebelas, melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match. Kedua belas, pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang. Ketiga belas, pengakuan masyarakat terhadap profesi guru/dosen. Keempat belas, perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan. Dan kelima belas kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak dan memadai.
Tentunya, apabila syarat-syarat profesionalisme guru/dosen terpenuhi maka akan mengubah peran guru/dosen yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Seperti pendapatnya Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru/dosen profesional akan mengubah peran guru/dosen yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Sehingga, dalam peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, administrator dan evaluator.
Perhatian global mengarah pada pengembangan profesionalisme guru/dosen, karena guru/dosen memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas utama guru/dosen adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang. Pemberdayaan peserta didik meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
* * *
Turunnya kuwalitas Pendidikan Nasional bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru/dosen dan keengganan belajar siswa/mahasiswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap pengembangan. Peran dan tugas guru/dosen sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru/dosen menjadi wacana yang sangat penting.
Keengganan siswa dalam belajar, tentunya diakibatkan oleh pola yang kurang koheren antara kebutuhan siswa beserta lingkungannya dengan sistem dan keadaan pembelajaran itu sendiri. Abad Pengetahuan memiliki ciri yang berbeda dengan abad sebelumnya, sehingga pola yang digunaklan pun hendaknya seperti yang hibutuhkan siswa/mahasiswa terhadap lingkungan.
Tidak ada kata terlambat, dan sifat paling bijak dalam melangkah adalah; mulai dari diri kita sendiri, dari yang sekecil-kecilnya dan dari sekarang. []
* * *
Daftar Pustaka 1) Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
2) Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhamadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
3) Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
4) Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.
5) Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.
6) Hadiwiryo, Siswanto Sastro. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Adsministratif dan Operasional. Cetakan kedua, Bumi Aksara. Jakarta.
7) Handoko, Hani. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. edisi kedua, BPFE, Yogyakarta.
8) Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
9) Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
10) Musanef. 1983. Manajemen Kepegawaian di Indonesia. Haji Masagung, Jakarta.
11) Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
12) Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
13) Niti semito, Alex. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia, Jakarta.
14) NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70
15) Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.
16) Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)
17) Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
18) Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE YKPN, Yogyakarta.
19) Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).
20) Steer, Richard, M dan Porter, L.W. 1975. Motivation and Work Behavior. McGraw-Hill, Inc, New York.
21) Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.
22) Supratikno,Hendrawan, dkk. 2006. Manajemen Kinerja untuk Menciptakan Keunggulan Bersaing. Graha Ilmu, Yogyakarta.
23) Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.
24) Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.
25) Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
26) Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-18.
27) -------------------, 2005. Undang-Undang Guru dan Dosen. Sinar Grafika, Jakarta.
28) -------------------, 2008. Suara Merdeka. Semarang.
0 komentar:
Posting Komentar