Welcome to Nur Fadlan Blog

Selasa, 28 April 2009

Noktah Cinta


-Nur Fadlan-

Aku hidup dalam Inggris Kingdom Castil (Istana Kerajaan Inggris) yang begitu indah dan cukup membahagiakan. Kedua saudara kandungku senantiasa menemani disaat suka dan duka, Catherina dan Maria.

"Pangeran seperti apa yang princess (putri) idamkan?" suara bening itu keluar dari mulut Catherina.

Aku hanya membalasnya dengan senyum, sementara tanganku masih sibuk merias rambut dan mahkota kerajaan.

"Princess!... kok nggak dijawab?"

"Ya, yang jelas dia adalah seorang prince (pangeran) dan senantiasa menjaga hatiku" jawabku dengan tegas.

Tiba-tiba Maria masuk tanpa mengetuk pintu dan langsung memelukku dari belakang. "Princess Juana... akan ada berita bagus sebentar lagi" ucap Maria sambil menarik ikatan baju yang baru saja saya kenakan.

"Tentang apa? Apakah tentang dukungan Paus dan Gereja terhadab Ibunda Queen Isabella."

"Bukan"

"Lantas, apaan?" tanyaku penasaran.

Maria tidak menjawab dan melepaskan kedua tangannya yang melilit di antara leherku. Aku pun menjadi bertambah penasaran, aku bangkit dari tempat riasku dan mulai mengejar Maria.

"Maria, jangan lari!"

"Bulan depan adalah awal sejarahnya" jawab Maria. Kemudian suara itu hilang tertelan sepi seiring dengan berlalunya Maria. Aku pun mengurungkan diri untuk mengejar Maria.

"Kamu tahu Catherina, akan berita itu?" tanyaku pada Catherina yang sedang duduk di atas tempat tidurku.

"Tidak."

"Lantas berita apa? Sampai-sampai berita itu disembunyikan oleh Maria" penasaranku.

# # #

27 Juli 1496, aku mendapat panggilan dan pertemuan pribadi dengan ibunda Queen Isabella. Di dalam ruang pribadinya, beliau mulai angkat bicara.

"Juana putriku,.." suaranya terputus dan melihat ke arah pintu karena ada suara dari luar, mengetuk pintu.

"Siapa?"

"Rosana" suara dari luar pintu.

"Masuk" dia pun masuk dan mendekati Queen Isabella. Tepat di sampingnya, dia menatapku dan melempar senyum termanisnya padaku.

"Madam Rosana adalah orang kepercayaanku selama puluhan tahun di castil ini" suara ibunda Queen Isabella. Matanya menatap api unggung pemanas ruangan di arah sampingnya. "Aku ingin Princess Juana pergi bersama beliau untuk misi besar castil."

"Kalau boleh tahu, kemana bunda?" tanyaku.

"Austria."

"Princess hanya bisa mematuhi bunda." Jawabku sekaligus menyetujui permintaan ibunda Queen Isabella.

"Tanggal 3 Agustus kapal kerajaan akan menghantarkan kalian dari castil ini ke Austria." Tutup ibunda Queen Isabella.

# # #

Dimalam sebelum keberangkatan ke Austria, ibunda Queen Isabella memanggiku dalam ruang pribadinya. Sambil ditemani Catherina, ibunda mulai berbicara agak dalam.

"Princess Juana akankah kamu tahu, kenapa bunda menyuruhmu ke Austria..." suara bunda Queen Isabella sambil mengusap tangan halusnya pada rambut pirang Catherina.

"Tahu bunda, bukankah bunda telah menceritakan semua pada princess." Aku menjawabnya dengan sedikit bingung. Tanggal 27 Juli kemarin bunda Queen Isabella telah menerangkan semuanya kenapa harus ada pengulangan lagi. "Kalau nggak salah, aku dan madam Rosana akan membawakan misi besar castil."

"Apakah kamu tahu, apa misi besar itu?"

"Penyebaran Agama Khatolik atau hubungan bilateral antar dua kerajaan." Bunda Queen Isabella hanya tersenyum kecil setelah mendengar jawabanku yang sangat tegas dan yakin.

"Bisa dibilang begitu, tapi lebih lengkapnya sudah ditulis sekertaris kerajaan perihal maksud dan tujuan diadakannya perjalanan ini." Suasana menjadi hening dan mata Catherina menatapku nanar, seakan tidak ingin melihat aku pergi jauh tanpa tahu kapan kembalinya. "Princess Juana, surat ini nanti kasihkan sama Archduke, semua bentuk keinginan dari Kerajaan Inggris termaktup dalam surat ini."

"Ya, Bunda."

"Sekarang kalian berdua bisa kembali ke kamar masing-masing" tutupnya dengan melepaskan Catherina dari pelukannya.

# # #

Pagi itu sungguh sangat indah. Perpaduan warna biru dan putih langit menambah anggunnya pelabuan Laredo seakan-akan seperti permadani castil yang terhampar luas. Kapal dengan ukuran cukup besar sudah mempersiapkan dirinya akan kehadiran tuan putri kerajaan. Sungguh indah. Ditambah lagi dengan upacara pelepasan sang princess ke negeri nan jauh. Aku melihat dibeberapa pasang mata bercucuran air karena tak tahankan diri. Mungkin aku adalah satu dari sekian princess yang mereka sayangi. Demikian juga mata Catherina dan Maria, mereka menatapku sahdu. Aku hanya bisa mengucapkan kata do'a.

"May The Lord God blessing you all" kataku sambil menatap ibunda Queen Isabella, Catherina dan Maria. Segera aku menuju kapal dan masuk dalam ruangan yang telah disediakan.

"Princess Juana" suara dari luar pintu.

"Siapa?"

"Rosana"

"Masuk madam"

"Apakah princess telah membawa surat yang dipesankan Queen Isabella" tanya Rosana.

"Iya, sudah."

"Apakah princess sudah membaca surat itu?"

"Belum. Surat itu bukan untukku sehingga aku belum berani membacanya" jawabku dengan tegas.

"Akankan princess tahu, kalau dalam penyampaian isi surat kepada Archduke yang membaca harus princess secara langsung.

"Memang harus seperti itu. Ada aku kenapa harus diwakilkan."

"Princess tahu siapa itu Archduke?"

"Aku tahu. Sepenjang pembacaanku, Archduke adalah sebutan untuk seorang pengeran Kerajaan Austria" aku menatap tajam madam Rosana.

"Sebenarnya Queen Isabella menitipkan sesuatu kepadaku"

"Apa itu? Bisa madam sebutkan"

"Isi surat yang princess bawa adalah tentang hubungan bilateral antar dua kerajaan yang diikat dengan ikatan suci" dengan senyum kecilnya, madam Rosana meneruskan penuturannya "Queen Isabella menginginkan Princess Juana hidup disisi Archduke." Aku terdiam, hingga madam Rosana tidak berani meneruskan kata-katanya lagi, sehingga dia memilih untuk meninggalkan ruangan kapal itu.

Aku sangat kebingungan kenapa ibunda Queen Isabella tidak memberitahuku dulu. Hanya pikiran lalu lantang yang menarik benang merah yang sedang aku alami ini. Mungkin ibunda ingin memberi kejutan kepadaku. Tapi permasalahannya kalau diantara kami tidak ada kecocokan bagaimana. Awalnya aku mengira perjalanan ini hanyalah menyabarkan Agama Khatolik kepada raja dan masyarakat Austria.

Mataku nanar, penasaran bercampur dengan ketakutan. Kalau yang dikatakan madam Rosana tadi benar, berarti aku akan menemani Archduke untuk waktu yang lama dan akan sangat jarang sekali bisa bertemu dengan ibunda Queen Isabella, Catherina dan Maria. Sungguh! apakah aku mampu? jauh dengan mereka semua.

# # #

"Flanders!!!" suara itu keluar dengan sangat lantang. Aku teringat pesan ibunda Queen Isabella bahwa Flanders adalah wilayah kekuasaan Archduke. Aku berarti sudah sampai di kekuasaan Archduke. Rasa canggung dan perasaan hati lainnya mulai menyelimutiku. Sungguh aku tak mampu mengontrol emosiku sebaik ketika pemberangkatanku. Kenapa setelah sampai tempat tujuan aku menjadi semakin bingung dan kacau? sedikit rasa cemas juga.

"Selamat datang di Istana kami" ucap salah satu Duke (Adipati) Flanders.

"Terima kasih" balasku, dengan sedikit melempar senyum kecil.

"Apakah anda Princess Juana?"

"Benar. Saya utusan dari Queen Isabella"

"Sangat luar biasa. Tidak salah King Philip melabuhkan hatinya pada sang gadis idaman." Aku tidak membalas ucapannya dan berpura-pura tidak memahami apa yang barusan dia sampaikan. "Princess Juana... King Philip telah menyediakan untuk anda dan rombongan tempat untuk melepaskan lelah." Aku hanya mengangguk dan memandangi beberapa sanitasi pahat dan gambar di dinding-dinding benteng pertahanan. Kita pun memasuki tempat yang telah disediakan Archduke, King Philip. "Kalau ada apa-apa, Princess Juana tak perlu segan-segan untuk memanggil dan meminta bantuan kami. Kata King Philip, anggap saja istana ini seperti kerajaan princess sendiri, Inggris Castil."

"Kalau boleh tahu kapan kita bisa bertemu dengan King Philip?" tanyaku dengan harap.

"Setelah tiga hari. Karena saat ini King Philip sedang menemui penguasa Prancis." Jawabnya seramah mungkin.

"Baik. Kamu bisa pergi dan segera beritahu aku sekembalinya King Philip dari urusan bilateralnya." Ucapku mengakhiri percakapan dengan Duke Flanders.

# # #

Pagi yang begitu indah, langit seakan tersenyum kepadaku demikian halnya aku membalas senyumannya dengan senyuman sepadan. Di samping itu, aku terus memanjatkan do'a kepada Sang Pencipta supaya hari ini aku senantiasa diliputi berkat, sebaik-baik berkat.

"Princess..." suara madam Rosana dari luar pintu.

"Masuk saja"

"Siang ini kita ketemu sama King Philip. Princess harus siap-siap." Madam Rosana sangat memperhatikanku, pantas saja selama berpuluh-puluh tahun ibunda Queen Isabella mempercayainya. Detik demi detik terus berjalan sehingga pada detik termaksud, hatiku menjadi semakin bergetar bak genderang, jantungku naik turun seperti roda kereta, semakin bingung dan gemetar. Aku dan rombongan dari Inggris diantarkan salah satu penjaga menuju tempat pertemuan antara aku dan King Philip.

Tampak dari 3 Yard, sosok yang sangat tegar dan begitu berwibawa tapi aku belum begitu bisa melihat dengan jelas lekuk wajahnya. Sekarang tinggal berjarak 4 meter antara aku dan dia. Kita tidak melakukan apa-apa selama 5 menit selain pandangan kosong. Aku hanya melihat wajahnya demikian juga dengan dirinya. Sungguh aku terkagum dengan posturnya dan kewibawaannya hingga boming sampai di tanah kelahiranku. Dirinya masih sangat muda, hematku.

"Princess..." ucap madam Rosana. "Suratnya dibaca" sambil aku mengambil kertas surat yang aku sembunyikan di balik bajuku. Segera aku baca dengan sangat gugup laksana di depan singa kelaparan. Sendi-sendi tulangku lemas seakan tak mampu menopang tubuhku. Sungguh aku telah jatuh cinta. Telah hilang kekawatiranku terhadap pasangan hidup impian yang selama ini membayangiku.

Surat itu berisikan beberapa poin tentang hubungan dua kerajaan. Yang mengejutkanku adalah ketika aku membaca surat itu berisikan salah satunya tentang maksud kedatanganku, yaitu siap mendampingi King Philip.

"Aku setuju menjadi Raja sekaligus menjadi pasangan hidupmu" sambil mendekati dan menciumku. Sungguh hatiku terasa sangat meledak-ledak karena belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aku tidak tahu apa ini yang namanya cinta.

"Siang ini juga aku akan menikah!" ucap King Philip dengan lantang. "Panggilkan Bishop (Uskup) Malinos untuk memimpin ikatan suci ini." Pintanya.

"Maaf King Philip. Sang Bishop Malinos sedang berada di luar kota, butuh dua hari untuk menghadirkannya di hadapan kita semua."

"Baik kalau gitu. Aku dan Princess Juana akan menikah pada siang ini juga." Semuanya terdiam dan menatap ke wajahku. "Apakah Princess Juana keberatan" tanya King Philip padaku.

"Nggak" hanya ini jawaban yang bisa saya berikan. Aku pun menyetujuinya.

"Duke Flanders pimpin pernikahan kami!" suruhnya. dia pun meraih dan menarik tanganku. Aku persis berdiri di depannya dengan tangan kami saling kait dan kita angkat setinggi dada. Sementara Duke Flanders berada di samping kami dengan tangannya memberi kode salib sambil melantunkan do'a-do'a suci.

"May The Lord God, confirm your mutual consert expressed before The Church..." semua yang ada saat itu hening melihat Raja dan Ratu berunya melakukan ritual suci. Setelah prosesi ikatan suci selesai King Philip mengangkat dan membawaku dalam istana pribadinaya, di sinilah kita memainkan melodi cinta dengan setinggi-tingginya melodi yang kita bisa.

# # #

17 Oktober 1497, aku melahirkan buah cinta kami. Kami pun sepakat untuk memberi nama Eleanor. Kami hidup dengan sangat bahagia hingga tahun 1503. setelah itu hidup kami mulai retak hingga berakhir dengan perpisahan yang sangat panjang. Kejadiannya beruntun hingga aku sering menyebutnya dengan noktah cinta. Sangat perih dan sakit jika harus mengingat peristiwa itu. Dimulai pada akhir tahun 1504.

Pada tanggal 19 November 1504, utusan dari Kerajaan Inggris mengabarkan kalau Queen Isabella telah meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Hatiku seperti tercambuk karena aku merasa tidak hadir dalam masa-masa sakitnya. Segera aku memcari King Philip untuk berbagi duka. Tat kala aku membuka pintu bangunan khusus yang di bangun khusus untuk tempat menyendiri sang raja, aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak saya lihat. Sungguh ini adalah perbuatan gila yang belum pernah aku pikirkan sebelumnya, King Philip tidur dengan wanita lain.

Aku seperti orang gila. Laksana kereta istana yang pengemudinya terbunuh dalam peperangan. Aku menjerit keluar dari istana itu, disertai dengan hujan lebat aku menangin meronta-ronta. Mengingat Ibunda tersayangku Queen Isabella meninggal dan aku tidak bisa hadir disisinya ditambah lagi dengan suami main gila dengan para pelacur murahan. Aku terus menangis meronta-ronta di depan istana sang raja. Tidak ada yang berani mendekatiku, aku hanya melihat mata-mata nanar menyaksikan ratunya yang sedang sangat sedih dan sakit hati.

Hingga akhirnya madam Rosana mendekati dan mencoba menghiburku. Beliau berhasil membawaku tenangkan diri dan masuk dalam kamar pribadiku. Hari-hari setelah peristiwa itu, aku hanya meminta pendapat dan masukan dari madam Rosana tentang posisiku. Aku masih belum bisa memaafkan King Philip.

# # #

Hingga pada suatu hari aku mendapatkan kabar bahwa King Philip menderita sakit yang sangat parah.

"Sang ratu,... King Philip sakit keras, beliau menginginkan sang ratu untuk menjenguknya." Ucap salah satu penjaga kamar priabadi King Philip. Setelah mendengarkan hal ini, segera aku menuju istana pribadi King Philip untuk melihat keadaannya.

"Juana... aku tidak mau pergi sebelum mendapatkan maaf darimu." Suara itu diucapkannya dengan suara lemah dan berulang-ulang.

"Philip tidak ada yang perlu dimaafkan. Kamu tidak salah, aku sangat mencintaimu Philip." Ucapku dengan bercucuran air mata tak tahankan diri. Tubuh dan wajahnya hancur terbakar dan kulitnya terkelupas bak mulut gunung api yang ingin mengeluarkan magma dari perutnya.

"Juana... dingin..."

"Aku disampingmu Philip"

"Peluk aku Juana"

"Iya kekasihku, aku sayang padamu. Katakan padaku kamu akan terus hidup bersamaku."

"Cium daiku Juana"

"Iya kekasihku, aku mencintaimu. Aku ingin bersamamu"

"Juana... dingin... dingin... dingin..." tiba-tiba suara itu terhenti. Aku pun semakin menguatkan pelukanku.

"Ratu... King Philip telah pergi" ucap salah satu Duke Kerajaan." Aku tambah menangis meronta-ronta. Seakan-akan segala sesuatu yang ada disekitarku telah sirna.

King Philip telah meninggalkanku dalam usia 28 tahun. Aku sangat sedih, sehingga aku sering menyebut peristiwa ini sebegai akhir dari noktah cinta yang aku alami. Sekarang dia beristirahat di Granada untuk waktu yang lama. []

Kairo di musim dingin, 28 Januari 2009

(Selepas ujian termin satu)

0 komentar:

Posting Komentar